OJK Ingatkan Pentingnya Manajemen Risiko di Tengah Disrupsi Digita

OJK Ingatkan Pentingnya Manajemen Risiko di Tengah Disrupsi Digita
OJK Ingatkan Pentingnya Manajemen Risiko di Tengah Disrupsi Digita

Jakarta - Era digital telah membawa perubahan besar dalam lanskap industri perbankan global, termasuk di Indonesia. Kemajuan teknologi ini memicu persaingan yang ketat antara perbankan tradisional dan perusahaan teknologi finansial (fintech), menawarkan layanan keuangan yang lebih cepat, mudah, dan terjangkau. Dalam situasi ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewanti-wanti kalangan perbankan untuk memperkuat manajemen risiko mereka, mengantisipasi potensi ancaman yang muncul seiring perkembangan teknologi.

Disrupsi digital telah mengubah industri perbankan secara radikal. Layanan seperti pembayaran, pinjaman, investasi, dan manajemen keuangan kini dapat dilakukan lebih efisien dan praktis dibandingkan sebelumnya. Banyak bank bereaksi dengan meluncurkan aplikasi mobile banking (m-banking) dan layanan digital untuk bersaing dengan fintech. Namun, kemajuan ini juga diiringi oleh risiko-risiko baru yang perlu dikelola dengan cermat, Selasa, 4 Februari 2025.

Penerapan manajemen risiko adalah kunci bagi perbankan agar bisa bertahan dan berkembang dalam menghadapi tantangan zaman. Penerapan ini tidaklah mudah, karena melibatkan dilema antara adaptasi cepat dengan teknologi baru dan menjaga stabilitas sistem keuangan serta keamanan operasional. Seperti yang dikatakan seorang pakar teknologi keuangan, Tony Seno Hartono, "Bank yang tidak mampu melindungi data pelanggan akan kehilangan kepercayaan pasar, yang pada akhirnya mengancam kelangsungan usaha mereka."

Risiko signifikan lainnya yang dihadapi bank adalah serangan siber. Data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan peningkatan serangan siber di sektor keuangan setiap tahunnya. Pelanggaran data, pencurian identitas, dan serangan ransomware adalah ancaman nyata yang dapat menimpa bank. Kejadian seperti ini tidak hanya berdampak pada reputasi, tetapi juga pada nilai saham, seperti yang dikemukakan David Setyanto, Head of Equity Ekuator Swarna Sekuritas, "Serangan siber pada salah satu bank pada 2023 memberi dampak sentimen yang signifikan, dan jika tidak ditangani dengan baik, dapat memengaruhi nilai saham."

Di sisi lain, bank menghadapi risiko lain dalam bentuk kepatuhan terhadap regulasi yang terus berkembang. OJK bersama dengan Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan berbagai peraturan seperti POJK No. 13/POJK.03/2021 tentang penilaian tingkat kesehatan bank dan POJK No. 18/POJK.03/2016 mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh bank umum. Aturan ini menuntut bank untuk memiliki kebijakan, prosedur, dan infrastruktur yang komprehensif dalam mengelola risiko teknologi informasi.

Sejumlah bank di Indonesia telah mengambil langkah untuk mengatasi tantangan ini. Bank Mandiri telah membangun unit khusus yang mengawasi manajemen risiko teknologi, sedangkan BCA melakukan investasi besar dalam keamanan siber dan pengembangan sistem teknologi informasi. Meski demikian, ekonom Faisal Basri (alm) menekankan bahwa banyak bank di Indonesia masih dalam tahap belajar mengintegrasikan manajemen risiko teknologi ke dalam operasi sehari-hari. "Banyak bank yang hanya menerapkan manajemen risiko sebagai formalitas tanpa benar-benar memahami risiko yang mereka hadapi," ungkap Faisal.

Disisi lain, dilema investasi teknologi turut menjadi perhatian penting. Mengintegrasikan teknologi baru seperti AI (Artificial Intelligence) bisa menawarkan manfaat besar namun pada saat yang sama menekan margin keuntungan jika belanja sektor AI tidak dilakukan secara efisien. Bank harus berinvestasi besar-besaran dalam teknologi dan manajemen risiko agar tetap kompetitif, namun harus mempertimbangkan biaya tinggi dalam adopsi teknologi dan kepatuhan terhadap regulasi.

Kurangnya tenaga ahli di bidang teknologi dan manajemen risiko menjadi masalah lainnya. Banyak bank yang masih bergantung pada pihak ketiga untuk menangani masalah risiko digital, menimbulkan potensi risiko baru.

Regulasi yang dikeluarkan oleh OJK dan BI memberikan kerangka kerja penting bagi perbankan, namun implementasi manajemen risiko yang memadai adalah kunci kesuksesan bagi bank dalam memanfaatkan disrupsi digital. Bank yang mampu mengintegrasikan manajemen risiko dengan strategi bisnis digital tidak hanya akan bertahan, tetapi juga bisa menjadi pemimpin di industri ini. Seperti yang disebutkan oleh ekonom Raden Pardede, "Hanya bank yang siap dan teruji dalam manajemen risiko yang akan dihargai oleh investor di era digital ini."

Dengan demikian, manajemen risiko di tengah disrupsi digital bukan hanya soal bertahan, tetapi juga tentang memenangkan persaingan dan membangun kepercayaan serta nilai perusahaan di masa depan.

Tri Kismayanti

Tri Kismayanti

Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Puluhan Warga Unjuk Rasa di Kantor Badan Bank Tanah, Tuntut Penyelesaian Reforma Agraria

Puluhan Warga Unjuk Rasa di Kantor Badan Bank Tanah, Tuntut Penyelesaian Reforma Agraria

Bank Sumut Catat Peningkatan Laba Bersih pada 2024, NPL Gross Turun dan DPK Tumbuh Positif

Bank Sumut Catat Peningkatan Laba Bersih pada 2024, NPL Gross Turun dan DPK Tumbuh Positif

Percepatan Reforma Agraria di Penajam Paser Utara: Badan Bank Tanah Pastikan Ketersediaan Lahan

Percepatan Reforma Agraria di Penajam Paser Utara: Badan Bank Tanah Pastikan Ketersediaan Lahan

PT Bank Mega Syariah Berikan Pembiayaan US$ 10 Juta kepada Arsari Tambang: Dorong Pertumbuhan Ekonomi Berbasis Syariah di Tahun 2025

PT Bank Mega Syariah Berikan Pembiayaan US$ 10 Juta kepada Arsari Tambang: Dorong Pertumbuhan Ekonomi Berbasis Syariah di Tahun 2025

KPK Panggil Tiga Saksi Kunci dalam Kasus Dugaan Korupsi Dana PSBI dan OJK

KPK Panggil Tiga Saksi Kunci dalam Kasus Dugaan Korupsi Dana PSBI dan OJK