Harga Minyak Anjlok di Tengah Kebijakan Trump dan Potensi Gejolak Pasar Global
- Jumat, 07 Februari 2025
JAKARTA - Harga minyak mentah mengalami penurunan tajam pada akhir perdagangan Jum'at, 07 Februari 2025. Sentimen pasar terpengaruh oleh kebijakan terbaru Presiden AS, Donald Trump, yang menegaskan ambisinya untuk menurunkan harga energi. Pada saat yang sama, Trump juga mendorong penerapan sanksi yang lebih keras terhadap Iran.
Menurut data dari Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) ditutup dengan pelemahan sebesar 0,6%, mencapai US$70,61 per barel di New York. Sementara itu, harga minyak mentah Brent, yang menjadi patokan global, juga mengalami penurunan sebesar 0,4%, turun ke US$74,29 per barel. Ini memperpanjang tren penurunan selama tiga hari berturut-turut, dengan harga mendekati wilayah jenuh jual dalam indeks kekuatan relatif.
Sepanjang sesi perdagangan, harga minyak mengalami fluktuasi tajam. Awalnya, pasar melemah setelah Trump mengulang janjinya untuk meningkatkan produksi minyak domestik dengan tujuan menurunkan harga energi. Namun, harga sempat melonjak hingga 1,2% setelah Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi terhadap jaringan internasional yang diduga berperan dalam pengiriman minyak Iran ke China. Lonjakan harga tersebut ternyata tidak bertahan lama karena para investor menilai bahwa pengenaan sanksi lebih ketat terhadap Iran dapat langsung memengaruhi suplai global.
Kebijakan baru dari AS ini menempatkan pasar pada posisi yang sangat strategis. Kebijakan yang lebih longgar sebelumnya sudah memungkinkan Iran untuk meningkatkan ekspor minyaknya hingga sekitar 1 juta barel per hari dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini berdampak signifikan terhadap pengurangan harga minyak di pasar internasional.
Di tengah situasi ini, skeptisisme terhadap janji Trump untuk mengubah kebijakan energi AS juga meluas. Banyak pihak meragukan apakah produsen minyak domestik akan meningkatkan produksinya, terutama mengingat fokus mereka saat ini lebih cenderung pada efisiensi modal dan memberikan dividen yang lebih besar bagi pemegang saham.
Francesco Martoccia, tim analis dari Citigroup, dalam catatannya kepada klien menyatakan, "Kebijakan Presiden Trump pada akhirnya mungkin menjadi faktor bearish bagi pasar minyak mentah. Trump secara konsisten menekankan harga energi yang lebih rendah sebagai solusi utama untuk mengatasi berbagai isu seperti inflasi, suku bunga, utang, dan biaya hidup di AS—isu inti yang menjadi alasan utama pemilihannya kembali."
Sejak Trump kembali menjabat bulan lalu, pasar minyak diwarnai oleh volatilitas tinggi. Pergerakan harga yang tajam ini sebagian besar dipicu oleh ancaman tarif dan kebijakan perdagangan yang ambisius dari pemerintahan Trump. Fluktuasi pada Kamis juga menjadi cerminan dari volatilitas serupa di pasar saham dan obligasi daerah, sementara investor dengan cermat menantikan laporan ketenagakerjaan yang akan dirilis pada Jumat ini.
Satu aspek penting yang membedakan kepemimpinan Trump adalah pengaruhnya yang langsung terhadap pasar melalui pernyataan spontan atau unggahannya di media sosial. Selama masa jabatan pertamanya, Trump sering kali menggerakkan harga minyak hanya dengan satu cuitan. Pola ini tampaknya mulai muncul kembali dalam dua minggu terakhir, memicu reaksi spontan di pasar minyak.
Saat ini, banyak pedagang minyak dan bahan bakar yang memilih menjauh dari pasar akibat volatilitas yang ekstrem ini, yang pada gilirannya semakin menekan harga. Ada indikasi pelemahan juga di pasar fisik yang terlihat dari premi minyak Brent untuk pengiriman segera dibandingkan dengan kontrak bulan depan, yang menyusut ke level terendah pada tahun ini. Premi tersebut turun di bawah 50 sen per barel, jauh lebih kecil dibandingkan dengan sekitar US$1 pada akhir bulan lalu.
Dalam skenario global yang kompleks ini, situasinya memerlukan pengamatan cermat dari semua pemangku kepentingan dalam industri minyak. Jika AS tetap pada jalur sanksi keras terhadap Iran, pasar perlu bersiap untuk menghadapi potensi gejolak dalam pasokan minyak global yang dapat memengaruhi harga lebih lanjut. Demikian pula, kebijakan Trump yang menekankan peningkatan produksi domestik harus dievaluasi secara realistis, dengan mempertimbangkan kesiapan dan kesediaan produsen untuk beralih ke mode produksi yang lebih agresif.
Laporan pekerjaan pada Jumat mendatang juga dipandang sebagai indikator penting yang bisa menciptakan lebih banyak aksi di pasar minyak. Dengan suasana ketidakpastian yang melingkupi pasar, para analis dan pelaku pasar harus siap menghadapi berbagai kemungkinan yang dapat memengaruhi pasar minyak di masa depan. Potensi dampak terhadap ekonomi global juga menjadi perhatian utama, khususnya jika penurunan harga energi tidak berlangsung lama atau jika kebijakan perdagangan Trump membuka konflik baru di pasar internasional.
Sebagai langkah proaktif, pelaku pasar dan negara-negara konsumen minyak di seluruh dunia disarankan untuk memantau perkembangan kebijakan AS yang sekarang lebih agresif, guna memitigasi dampak potensial terhadap ekonomi domestik dan skala global.
Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Tren Belanja Online Awal 2025: Dominasi UMKM Lokal yang Semakin Menguat
- Jumat, 07 Februari 2025
Dampak Industri Nikel Asing di Morowali: Sebuah Tinjauan dari Said Didu
- Jumat, 07 Februari 2025
Berita Lainnya
Dampak Industri Nikel Asing di Morowali: Sebuah Tinjauan dari Said Didu
- Jumat, 07 Februari 2025
Rumah Murah di Penyangga IKN: Balikpapan Menjadi Primadona Bagi Pencari Hunian Ideal
- Jumat, 07 Februari 2025
Peningkatan Dukungan Pemerintah: Menguatkan Semangat Petani Milenial di Kupang
- Jumat, 07 Februari 2025
Indonesia Percepat Transisi Energi Bersih: Langkah Konkret dan Kerja Sama Internasional
- Jumat, 07 Februari 2025