Pemerintah Diminta Percepat BMAD Polypropylene Lindungi Industri Dalam Negeri

Pemerintah Diminta Percepat BMAD Polypropylene Lindungi Industri Dalam Negeri
Pemerintah Diminta Percepat BMAD Polypropylene Lindungi Industri Dalam Negeri

JAKARTA - Industri plastik nasional saat ini menghadapi tekanan serius akibat lonjakan impor produk polypropylene (PP) dari sejumlah negara. 

Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) menekankan perlunya kepastian dari pemerintah melalui penetapan bea masuk antidumping (BMAD) agar industri dalam negeri dapat bertahan dan mencegah risiko pemutusan hubungan kerja (PHK).

Sekretaris Jenderal Inaplas, Fajar Budiono, menyatakan bahwa Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) tengah meneliti dugaan praktik dumping dari delapan negara, termasuk China, Malaysia, Filipina, Arab Saudi, Korea Selatan, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Penyelidikan ini muncul karena indikasi bahwa produk impor dijual di bawah harga wajar, menimbulkan kerugian bagi pelaku industri lokal.

Baca Juga

Mendag Perkuat Pengawasan untuk Cegah Masuknya Barang Bekas

“Proses penetapan BMAD sudah di fase akhir, namun kami masih menunggu draf untuk pembahasan tarif impor,” ujar Fajar. Ia menambahkan bahwa timeline pasti penetapan BMAD belum dapat dipastikan karena bergantung pada keputusan tim tarif.

Menurut Inaplas, percepatan keputusan ini krusial karena tingkat utilisasi pabrik nasional sudah menurun di bawah 70 persen. Penurunan ini berpotensi memengaruhi kapasitas produksi, operasional pekerja, hingga risiko penutupan pabrik jika langkah proteksi tidak segera diambil. Fajar menekankan, industri kini menormalkan operasional agar tetap stabil, namun tekanan terus dirasakan.

“Kami sudah menerapkan kerja bergilir, satu minggu bekerja dari rumah dan satu minggu masuk kantor. Dampaknya mulai terasa. Jika kondisi memburuk, bisa terjadi perumahan sementara tanpa tunjangan tambahan, pekerja hanya menerima gaji pokok,” jelas Fajar. Ia menambahkan, langkah terakhir yang mungkin terjadi adalah penutupan operasional dan PHK.

Dalam konteks ini, Inaplas menekankan pentingnya BMAD sebagai instrumen untuk menjaga keseimbangan pasar. Tanpa adanya keputusan yang cepat, tekanan impor dapat menyebabkan gangguan serius pada industri domestik dan sektor terkait lainnya. Data Badan Pusat Statistik mencatat, nilai impor sektor plastik dan turunannya mencapai US$10,59 miliar pada 2024, menunjukkan ketergantungan yang masih tinggi terhadap produk luar negeri.

Fajar menegaskan, BMAD bukan hanya tentang penetapan tarif, tetapi juga tentang memberikan kepastian dan perlindungan bagi industri dalam negeri. “Kami berharap pemerintah dapat mengambil keputusan tepat waktu sehingga aspek perlindungan, pengamanan, dan keseimbangan dapat benar-benar tepat sasaran. Jika proses terlalu lama, industri bisa terdampak berat,” katanya.

Selain itu, Inaplas menyoroti risiko jangka panjang bagi tenaga kerja. Penurunan kapasitas produksi dan gangguan operasional bisa memicu PHK, yang tidak hanya merugikan pekerja, tetapi juga memengaruhi ketahanan ekonomi lokal. Upaya penguatan BMAD diharapkan mampu memberikan kepastian operasional sehingga perusahaan bisa merencanakan produksi, distribusi, dan strategi investasi secara lebih efektif.

Dalam skema anti-dumping, besaran tarif akan disesuaikan dengan setiap perusahaan. Hal ini memungkinkan perlindungan yang lebih terfokus pada industri yang benar-benar terdampak praktik dumping. Namun, hingga saat ini, industri menunggu kepastian terkait waktu penyelesaian proses.

Pemerintah diminta menyeimbangkan perlindungan terhadap industri lokal dengan kepatuhan terhadap aturan perdagangan internasional. Keputusan yang tepat akan memastikan pelaku industri tetap kompetitif, mampu memenuhi permintaan domestik, dan menjaga keberlanjutan sektor plastik nasional.

Dengan dinamika pasar global yang terus berubah, industri lokal menekankan perlunya tindakan cepat. BMAD atas produk polypropylene dinilai menjadi solusi strategis untuk mencegah praktik impor merugikan dan memastikan keberlangsungan produksi serta stabilitas tenaga kerja.

Fajar menambahkan, percepatan BMAD juga penting bagi investor dan pelaku usaha yang berencana menambah kapasitas produksi atau berinvestasi di sektor plastik. Kepastian regulasi akan menjadi faktor kunci dalam pengambilan keputusan bisnis dan mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi pasar global.

“Kami berharap keputusan pemerintah dapat mendorong keseimbangan antara kebutuhan industri dalam negeri dan dinamika pasar global. Proteksi yang tepat akan memperkuat industri dan mencegah dampak negatif lebih luas bagi sektor terkait,” pungkas Fajar.

Dengan fokus pada percepatan BMAD,industri plastik nasional berharap mampu mempertahankan kapasitas produksi, menjaga tenaga kerja, dan meningkatkan daya saing produk domestik. Penetapan bea masuk antidumping menjadi langkah strategis untuk melindungi sektor yang vital ini sekaligus memastikan keberlanjutan ekonomi nasional.

Mazroh Atul Jannah

Mazroh Atul Jannah

Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Menko Pangan Soroti Dampak Revolusioner Kebijakan Makan Bergizi Gratis

Menko Pangan Soroti Dampak Revolusioner Kebijakan Makan Bergizi Gratis

UMKM Diminta Tingkatkan Kualitas Produk untuk Daya Saing Nasional

UMKM Diminta Tingkatkan Kualitas Produk untuk Daya Saing Nasional

Kemendag Perpanjang Penyelidikan untuk Kendalikan Lonjakan Impor Benang

Kemendag Perpanjang Penyelidikan untuk Kendalikan Lonjakan Impor Benang

Indonesia Diproyeksikan Menjadi Pasar Aviasi Utama di Dunia

Indonesia Diproyeksikan Menjadi Pasar Aviasi Utama di Dunia

Arus Investasi Asing Kian Kuat Dorong Pertumbuhan Industri Manufaktur

Arus Investasi Asing Kian Kuat Dorong Pertumbuhan Industri Manufaktur