Benarkah Konsumsi Tomat Mampu Cegah Pembengkakan Prostat? Simak Penjelasan Dokter

Kamis, 27 November 2025 | 08:31:13 WIB
Benarkah Konsumsi Tomat Mampu Cegah Pembengkakan Prostat? Simak Penjelasan Dokter

JAKARTA - Pembahasan mengenai manfaat tomat untuk kesehatan prostat kerap muncul dalam percakapan sehari-hari maupun di berbagai media kesehatan.

Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa konsumsi tomat secara rutin dapat mencegah terjadinya pembesaran prostat, terutama pada pria usia di atas 40 tahun. Pandangan ini semakin populer karena tomat dikenal sebagai sumber antioksidan. Namun, apakah keyakinan ini benar adanya? Para ahli urologi memberikan penjelasan yang lebih terarah untuk menghindari kesalahpahaman mengenai manfaat buah merah satu ini.

Dalam sesi siaran langsung Healthy Monday EMC Healthcare, dokter spesialis urologi Gideon Frederick Parulian Tampubolon meluruskan persepsi tersebut. Menurutnya, tomat memang terbukti memberikan manfaat bagi kesehatan prostat, namun bukan untuk mencegah pembesaran prostat jinak. Justru, penelitian-penelitian yang ada lebih mengarah pada penurunan risiko kanker prostat. Hal ini terjadi karena kandungan likopen pada tomat yang berperan sebagai antioksidan kuat.

Hubungan Konsumsi Tomat dan Risiko Kanker Prostat

Gideon menjelaskan bahwa kandungan likopen dalam tomat merupakan komponen yang membawa banyak manfaat untuk tubuh, termasuk untuk organ prostat. Likopen yang memberi warna merah pada tomat terbukti membantu menurunkan risiko kanker prostat pada pria. Namun, ia menegaskan bahwa efek tersebut tidak berlaku pada pembesaran prostat jinak atau benign prostatic hyperplasia (BPH), yang menjadi keluhan umum banyak pria seiring bertambahnya usia.

“Dari penelitian memang begini, hubungannya bukan ke pembesaran prostat jinak, tapi ke arah cancer ya, kanker prostat. Kita tahu bahwa buah tomat itu mengandung banyak antioksidan yang kita sebut likopen ya, itu yang merah itu tomat merah ya. Nah itu memang dari penelitian bisa mengurangi risiko terjadinya kanker prostat,” jelas Gideon.

Selain tomat, ia juga menyebutkan bahwa bahan makanan lain seperti wortel dan paprika merah dapat memberikan manfaat serupa dalam upaya menurunkan risiko kanker prostat. Kandungan nutrisi dan antioksidan di dalamnya dapat berkontribusi pada kesehatan sel-sel prostat.

Sementara itu, pembesaran prostat jinak yang banyak terjadi pada pria dewasa tidak dapat dicegah hanya dengan mengonsumsi makanan tertentu. Kondisi tersebut biasanya akan mengecil atau membaik secara alami, sehingga perawatan lebih berfokus pada pemantauan dan penerapan gaya hidup sehat.

Risiko Turunan Masalah Prostat yang Perlu Diwaspadai

Dalam kesempatan yang sama, Gideon mengingatkan bahwa faktor keturunan memainkan peran penting dalam risiko seseorang mengalami pembesaran prostat. Ia menekankan bahwa pria yang memiliki ayah dengan riwayat pembesaran prostat sebaiknya lebih waspada dan memperhatikan gejala sejak dini.

“Tapi yang waspada tentu kalau yang memiliki ayah terkena pembesaran kelenjar prostat, tentu harus lebih aware ya. Lebih waspada,” ujarnya.

Kesadaran akan faktor genetik ini penting agar deteksi dini dapat dilakukan. Pemeriksaan kesehatan secara berkala menjadi langkah efektif untuk menangani keluhan sejak awal, terutama ketika perubahan fungsi prostat mulai mengganggu kualitas hidup.

Selain itu, Gideon juga menyoroti bahwa beberapa pasien pascaoperasi prostat dapat mengalami disfungsi ereksi. Kondisi ini dapat berdampak pada aspek psikologis maupun kehidupan seksual pasien. Oleh karena itu, pendekatan penanganan harus mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang terjadi setelah tindakan medis.

Penanganan Disfungsi Ereksi Setelah Prosedur Prostat

Isaac Ardianson Deswanto, dokter spesialis urologi dari RS EMC Alam Sutera dan Tangerang, menjelaskan bahwa disfungsi ereksi pascaoperasi dapat diatasi melalui berbagai modalitas terapi. Menurutnya, penanganan awal biasanya dimulai dengan identifikasi penyebab, termasuk faktor psikogenik. Selanjutnya, terapi yang diberikan dapat berupa obat-obatan hingga penggunaan alat bantu bila diperlukan.

“Untuk penanganan masalah disfungsi ereksi sih ya, pertama-tama kita harus melihat masalah psikogenik, tapi yang first line treatment yang kita bisa berikan adalah obat-obatan. Jadi obat minum ini, kita juga berikan itu bisa dalam bentuk once daily. Jadi setiap hari diminum dengan dosis yang lebih rendah dan lebih baik,” jelas Isaac.

Pendekatan penggunaan obat oral dinilai efektif bagi banyak pasien, terutama pada tahap awal pemulihan. Dosis rendah yang diberikan secara rutin dapat membantu memperbaiki aliran darah dan fungsi ereksi.

Terapi Regeneratif sebagai Pilihan Ketika Obat Tidak Efektif

Jika tubuh pasien tidak merespons obat yang diberikan, Isaac menyebutkan bahwa dokter biasanya merekomendasikan terapi regeneratif. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah shockwave therapy dengan intensitas rendah yang diaplikasikan pada jaringan penis.

“Gelombang kejut ini akan menciptakan pembentukan pembuluh darah baru. Dengan harapan pembuluh darah baru yang terbuat ini bisa meningkatkan ereksinya kembali,” pungkas Isaac.

Terapi ini bertujuan meningkatkan aliran darah melalui pembentukan pembuluh darah baru, sehingga kemampuan ereksi dapat kembali membaik. Meskipun tidak menjamin kesembuhan total pada setiap pasien, terapi regeneratif menjadi pilihan yang menjanjikan bagi mereka yang tidak merespon pengobatan standar.

Terkini