JAKARTA - PLN Indonesia Power (PLN IP) komitmen kuat mendukung langkah Pemerintah dalam mengurangi emisi dan mempercepat transisi energi, dengan mengadopsi praktik perdagangan karbon atau carbon trading. Mereka bertekad untuk meningkatkan penjualan dua kali lipat dalam beberapa tahun mendatang dibandingkan dengan tahun 2023.
Direktur Utama PLN Indonesia Power, Edwin Nugraha Putra, menjelaskan bahwa carbon trading adalah salah satu terobosan bisnis yang akan membantu mencapai Target Nol Emisi (NZE) pada tahun 2060. PLN Indonesia Power telah menerapkan ini dengan berhasil, terbukti dengan verifikasi emisi Gas Rumah Kaca yang diperoleh dari lembaga independen terakreditasi Sucofindo di beberapa Unit Pembangkitnya.
"Carbon trading bukan sekadar pengembangan bisnis, tetapi juga merupakan upaya untuk mengurangi emisi karbon," ujar Edwin.
Edwin mengungkapkan bahwa pada tahun 2023, carbon trading PLN Indonesia Power telah mencapai 2.428.203 ton CO2, dan akan meningkat dua kali lipat dalam beberapa tahun ke depan.
"Target carbon trading di masa depan adalah dua kali lipat dari tahun 2023," tambah Edwin.
Pada tahun 2023, sepuluh Unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PLN Indonesia Power telah berkontribusi dalam carbon trading, termasuk PLTU Suralaya, PLTU Banten 1 Suralaya, PLTU Adipala, dan lainnya.
"PLTU Suralaya menjadi penyumbang penurunan karbon terbesar dengan sekitar 1,5 juta ton CO2," jelasnya.
Edwin menyatakan bahwa pencapaian dan target carbon trading PLN IP ini bertujuan untuk mendukung Pemerintah dalam mencapai Target Kontribusi Nasional (NDC) pada tahun 2030 dan mencapai Net Zero Emisi pada tahun 2060.
"Dengan melaksanakan carbon trading, PLN Indonesia Power berkontribusi dalam memperlambat perubahan iklim dan menjaga lingkungan, selaras dengan upaya pemerintah," pungkas Edwin.
Selain itu, PLN Indonesia Power juga aktif berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk meningkatkan penurunan emisi Gas Rumah Kaca secara nasional dan membuka peluang kerjasama dalam perdagangan karbon.