Yield SBN Naik, Prospek Obligasi Korporasi Diprediksi Hadapi Tantangan Berat

Yield SBN Naik, Prospek Obligasi Korporasi Diprediksi Hadapi Tantangan Berat

JAKARTA – Prospek obligasi korporasi dalam waktu dekat diperkirakan menghadapi tantangan signifikan akibat kenaikan yield Surat Berharga Negara (SBN). Yield SBN yang terus meningkat memengaruhi yield obligasi korporasi, sehingga biaya dana atau cost of fund menjadi lebih mahal bagi penerbit.

Head of Fixed Income PT Anugerah Sekuritas Indonesia, Ramdhan Ario Maruto, menilai bahwa tren kenaikan yield pada obligasi pemerintah secara langsung berdampak pada obligasi korporasi. "Jika yield government bond naik, secara otomatis corporate bond juga akan mengalami peningkatan pada cost of fund, yang pada akhirnya meningkatkan beban perusahaan dalam menerbitkan surat utang," ujar Ramdhan dalam wawancara pada Kamis, 14 November 2024.

Ramdhan menjelaskan bahwa meningkatnya biaya dana membuat perusahaan yang ingin menerbitkan obligasi harus lebih berhitung. Di samping itu, pelemahan daya beli masyarakat menambah tantangan dalam menjaga permintaan obligasi, Jumat, 15 November 2024.

Baca Juga

Saham-Saham Grup Bakrie Ambrol Serempak, Tekanan Profit Taking dan Minim Katalis Positif Jadi Penyebab

Industri Tahan Banting Masih Berpeluang
Meski demikian, menurut Ramdhan, beberapa industri yang memiliki pangsa pasar kuat atau stabil, terutama sektor yang tahan banting, tetap memiliki peluang untuk menerbitkan obligasi.

"Sektor-sektor dengan daya serap pasar yang baik dan margin yang cukup tinggi masih bisa mengatasi biaya dana yang tinggi," katanya. Industri multifinance, misalnya, kerap menerbitkan surat utang dengan peringkat tinggi, yang secara historis terserap baik di pasar.

Penerbitan Obligasi Tetap Jadi Alternatif Pendanaan
Meskipun kondisi pasar obligasi saat ini penuh tantangan, obligasi korporasi tetap menjadi pilihan pendanaan yang menarik di pasar modal. Hingga 8 November 2024, total emisi obligasi korporasi di Bursa Efek Indonesia telah mencapai 119 penerbitan dari 65 emiten efek bersifat utang dan sukuk (EBUS), dengan total nilai penghimpunan dana sebesar Rp110,6 triliun.

Bagi pelaku pasar, obligasi korporasi menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan obligasi pemerintah, sehingga tetap menjadi pilihan untuk mengoptimalkan return investasi. "Industri keuangan kita membutuhkan instrumen yang dapat meningkatkan imbal hasil, dan obligasi korporasi menjadi salah satu instrumen yang menarik untuk tujuan tersebut," ungkap Ramdhan.

Dengan perhitungan risiko dan daya serap pasar yang matang, obligasi korporasi tetap diharapkan dapat memberikan kontribusi positif pada pertumbuhan industri keuangan Indonesia di tengah tantangan biaya pendanaan yang tinggi.

Tri Kismayanti

Tri Kismayanti

Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Angkasa Pura Indonesia Resmi Dibentuk, 37 Bandara Bertransformasi Jadi Pusat Kehidupan

Angkasa Pura Indonesia Resmi Dibentuk, 37 Bandara Bertransformasi Jadi Pusat Kehidupan

RUPS PLN Tetapkan Empat Komisaris Baru dan Perpanjang Dua Jabatan Direksi

RUPS PLN Tetapkan Empat Komisaris Baru dan Perpanjang Dua Jabatan Direksi

Kementerian BUMN Tunjuk Jisman P. Hutajulu Sebagai Komisaris Baru PT PLN (Persero)

Kementerian BUMN Tunjuk Jisman P. Hutajulu Sebagai Komisaris Baru PT PLN (Persero)

Sarana Menara Nusantara Tandatangani Perubahan Perjanjian Kredit dengan Bank Danamon

Sarana Menara Nusantara Tandatangani Perubahan Perjanjian Kredit dengan Bank Danamon

Pimpin Delegasi Indonesia di COP29, Hashim Djojohadikusumo Pikat Pendanaan Hijau EUR 1,2 Miliar untuk Sektor Kelistrikan

Pimpin Delegasi Indonesia di COP29, Hashim Djojohadikusumo Pikat Pendanaan Hijau EUR 1,2 Miliar untuk Sektor Kelistrikan