AEI Usulkan Insentif bagi Emiten yang Naikkan Free Float Saham

AEI Usulkan Insentif bagi Emiten yang Naikkan Free Float Saham
AEI Usulkan Insentif bagi Emiten yang Naikkan Free Float Saham

JAKARTA — Peningkatan transparansi dan likuiditas pasar modal menjadi sorotan utama menjelang rencana kenaikan ketentuan free float minimum di Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menekankan bahwa kebijakan ini memiliki potensi besar untuk mendorong daya tarik pasar saham nasional, terutama bila diiringi dengan pemberian insentif bagi perusahaan yang mau berkomitmen menaikkan porsi saham beredar di publik.

Direktur Eksekutif AEI, Gilman Pradana, menjelaskan bahwa target kenaikan free float minimum dari 7,5% saat ini menjadi 10% pada tahap awal dapat meningkatkan likuiditas pasar secara signifikan. “Kalau dari asosiasi, yang penting adalah bagaimana sosialisasinya ke teman-teman pemilik perusahaan. Dan mereka juga punya eager buat naikin free float,” kata Gilman.

Baca Juga

10 Jenis Kartu Kredit CIMB Niaga Untuk Keperluan Belanja Anda

Pasar Saham Indonesia Semakin Kompetitif

Menurutnya, kebijakan ini akan menempatkan pasar saham Indonesia pada posisi yang lebih kompetitif dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Saat ini, free float minimum Indonesia relatif rendah dibandingkan negara lain, sehingga ada ruang bagi peningkatan partisipasi investor di pasar saham domestik.

Tantangan Emiten dalam Menarik Investor

Namun, AEI menekankan bahwa kenaikan free float bukan sekadar angka, melainkan memerlukan upaya nyata dari emiten untuk menarik investor baru. Gilman menyoroti tantangan yang dihadapi emiten dalam mencari investor yang mau menyerap saham tambahan. Untuk itu, AEI berharap Bursa dan regulator memberikan insentif, misalnya pengurangan pajak penghasilan atau keringanan lainnya. Selama ini, insentif pajak diberikan bagi emiten dengan free float sekitar 40%, sehingga pemberian fasilitas bagi emiten yang mencapai target 10% dianggap penting agar kebijakan terasa adil.

“Apakah ada insentif terkait itu? Kan mereka [emiten] mau naikkan free float. Kami sih maunya kalau bisa, ada impact-nya. Kami ada effort loh, untuk menaikkan misalnya dari 10%, enggak mudah untuk nyari investor. Jadi ada masukan juga kalau bisa ada insentif,” jelas Gilman.

Survei AEI dan Tantangan Daya Serap Pasar

AEI saat ini tengah melakukan survei dan jajak pendapat kepada anggotanya terkait implementasi kebijakan free float. Salah satu perhatian utama adalah kemampuan pasar menyerap saham baru yang diterbitkan emiten. 

Meski begitu, asosiasi menegaskan akan mendukung kebijakan jika diterapkan pada 2026, dengan catatan perusahaan perlu waktu untuk mencari investor agar harga saham tetap stabil. “Biar ini tetap fair ke market, kita juga sebagai emiten, enggak bisa langsung lepas [saham]. Kita kan concern-nya ke keeping the valuation juga,” tambahnya.

Kebijakan Free Float OJK dan Target Jangka Panjang

Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merencanakan kenaikan bertahap ketentuan free float hingga 25% dalam beberapa tahun mendatang. Peningkatan awal menjadi 10% menjadi fokus 2026, sementara target jangka panjang adalah mendorong perusahaan publik memiliki saham lebih banyak yang beredar di masyarakat. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas selain Saham yang diterbitkan oleh perusahaan tercatat.

Masih Ada Emiten yang Belum Memenuhi Batas Minimum

Sejauh ini, aturan free float yang berlaku belum sepenuhnya dijalankan. Berdasarkan data Oktober 2025, terdapat sekitar 38 emiten yang disuspensi Bursa karena tidak memenuhi batas minimum. Dengan kenaikan free float, emiten diharapkan meningkatkan jumlah saham yang dapat diperdagangkan publik, yang berdampak pada transparansi dan likuiditas pasar.

Kombinasi Kebijakan dan Insentif Dorong Pasar Modal

AEI melihat bahwa kombinasi antara kebijakan free float yang lebih tinggi dan insentif dari regulator dapat menjadi pendorong signifikan bagi pasar modal. Peningkatan free float bukan hanya soal angka, tetapi juga soal kemampuan emiten menarik investor baru dan menjaga valuasi saham tetap stabil. Dengan strategi yang tepat, pasar saham Indonesia dapat menjadi lebih likuid, transparan, dan kompetitif di kawasan.

Peran Bursa dan OJK dalam Mendukung Implementasi

Gilman menekankan, peran Bursa dan OJK sangat penting untuk menciptakan ekosistem yang mendukung kenaikan free float. Sosialisasi yang intensif kepada pemilik perusahaan, pemberian insentif yang memadai, dan pemahaman terhadap risiko investasi bagi investor menjadi faktor penentu keberhasilan kebijakan ini. Bila semua elemen ini berjalan selaras, target free float 10% bukan hanya formalitas, melainkan langkah nyata untuk memperkuat pasar modal nasional.

Manfaat Bagi Emiten dan Investor

Dengan demikian, AEI berharap kebijakan free float dapat berjalan efektif dan membawa manfaat bagi emiten, investor, serta pertumbuhan pasar saham Indonesia secara keseluruhan. Peningkatan saham yang beredar akan memperkuat likuiditas, meningkatkan partisipasi investor, dan memberikan peluang bagi perusahaan untuk memperluas basis pemegang saham mereka, sekaligus meningkatkan reputasi pasar modal domestik.

Mazroh Atul Jannah

Mazroh Atul Jannah

Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Update Harga Emas Antam 26 November 2025 Masih Stabil di Pasaran

Update Harga Emas Antam 26 November 2025 Masih Stabil di Pasaran

DJP Perketat Aturan, Eks Pegawai Harus Tunggu Lima Tahun Jadi Konsultan Pajak

DJP Perketat Aturan, Eks Pegawai Harus Tunggu Lima Tahun Jadi Konsultan Pajak

Kinerja Asuransi Perjalanan Diproyeksi Naik pada Momen Nataru oleh Jasindo

Kinerja Asuransi Perjalanan Diproyeksi Naik pada Momen Nataru oleh Jasindo

Simak Simulasi Angsuran, Syarat dan Cara Pengajuan KUR BSI 2025

Simak Simulasi Angsuran, Syarat dan Cara Pengajuan KUR BSI 2025

Panduan Simulasi Angsuran, Syarat, dan Cara Pengajuan KUR BNI 2025

Panduan Simulasi Angsuran, Syarat, dan Cara Pengajuan KUR BNI 2025