Indonesia Kaya Sumber Minyak, Tapi Masih Impor Besar dari Singapura: Ada Apa?
- Jumat, 31 Januari 2025
Dalam sebuah ironi yang menggugah banyak pihak, Indonesia, yang dikenal sebagai salah satu negara dengan sumber daya minyak melimpah, ternyata harus mengimpor lebih dari setengah kebutuhan minyak mentahnya, yaitu 54 persen, dari Singapura. Fakta ini diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, dalam acara Berita Satu Outlook 2025 yang diselenggarakan di Jakarta pada Kamis, 30 Januari 2025.
Bahlil Lahadalia, yang baru-baru ini menjabat sebagai Menteri ESDM, mengaku terkejut dengan kenyataan ini. "Saya ini tidak pernah punya bisnis di minyak atau punya pengalaman di minyak, tapi penciuman saya ini ada yang tidak beres. Tata kelola mungkin yang kita harus 'clear' (rapikan)," ujarnya dengan nada prihatin.
Perbandingan data menunjukkan bahwa situasi ini bertolak belakang dengan kondisi di tahun 1997, dimana Indonesia mampu memproduksi sekitar 1,6 juta barel minyak per hari. Pada masa itu, Indonesia bahkan mampu mengekspor hingga satu juta barel minyak per hari. Namun, kini, realitasnya justru sebaliknya; negeri ini harus bergantung pada impor dari Singapura, sebuah negara yang sejatinya tidak memiliki sumber daya minyak.
"Namun, sekarang ironi. Kita mengimpor 54% minyak dari Singapura, negara yang tidak punya minyak. Memang ini by design (diatur) ada pola-pola kerja sama yang dilakukan untuk menurunkan lifting," tuding Bahlil, yang juga merupakan politikus Partai Golkar.
Untuk mengatasi masalah ini, Bahlil menyatakan pemerintah akan mengaktifkan kembali sekitar 6.000 sumur minyak yang tidak lagi berproduksi atau disebut sumur idle. Dengan mengaktifkan kembali sumur-sumur tua tersebut, diharapkan produksi minyak dapat meningkat hingga 180.000 barel per hari. Langkah ini akan menggunakan teknologi Chemical Enhanced Oil Recovery (EOR), sebuah metode yang dapat meningkatkan produksi minyak dengan cara menginjeksi material khusus seperti senyawa kimia ke dalam sumur.
Bahlil menjelaskan pentingnya mengoptimalkan teknologi modern untuk meningkatkan produksi migas. "Yang kita lakukan pertama mengaktifkan sumur-sumur idle kita. Kita mengoptimalkan sumur-sumur yang ada itu dengan teknologi termasuk EOR," jelasnya.
Lebih lanjut, Bahlil juga menekankan pentingnya adopsi teknologi pengeboran canggih seperti yang digunakan di Amerika Serikat. Menurutnya, teknologi pengeboran horizontal yang diterapkan di sana dapat meningkatkan produksi dari 3 juta hingga 13 juta barel per hari. "Kalau di Amerika dari 3 juta barel menjadi 13 juta barel per hari karena dia mengebor secara horizontal supaya bagian minyak yang tidak pernah diangkut naik itu bisa terangkat. Kalau di kita teknik pengoboran masih vertikal," terangnya.
Pernyataan Bahlil mengindikasikan bahwa Indonesia perlu belajar dari praktik terbaik di negara lain untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi produksi minyak domestiknya. Peningkatan ini tak hanya penting untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga untuk mengurangi ketergantungan pada impor yang bisa berdampak pada perekonomian dan ketahanan energi nasional.
Selain itu, pemerintah didorong untuk meninjau dan memperbaiki tata kelola sektor minyak dan gas bumi. Langkah ini diperlukan agar kepercayaan investor dapat pulih, dan investasi di sektor ini dapat meningkat. "Tata kelola mungkin yang kita harus 'clear' (rapikan)," tegas Bahlil, yang menilai bahwa reformasi di bidang ini sangat mendesak.
Kondisi ini membangkitkan pertanyaan kritis mengenai apa yang sebenarnya terjadi di balik berlimpahnya sumber daya namun tetap harus impor. Ada kekhawatiran bahwa ada faktor-faktor lain yang menghambat produksi minyak dalam negeri selain masalah teknis, seperti regulasi yang tidak mendukung atau kurangnya investasi.
Di luar dari upaya teknis, kebijakan pemerintah dan iklim investasi juga memegang peranan penting dalam menentukan arah masa depan industri minyak dan gas bumi Indonesia. Dengan langkah-langkah isu dan kebijakan yang tepat, Indonesia tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga dapat meningkatkan posisinya kembali sebagai salah satu pemain utama di panggung internasional di industri migas.
Tantangan ini menjadi perhatian bersama, tidak hanya bagi pemerintah namun juga pelaku industri di Indonesia. Dengan sinergi dan kerja sama yang baik, serta penerapan teknologi dan reformasi kebijakan yang mendukung, diharapkan Indonesia dapat mengatasi ketergantungan impor minyak dan memanfaatkan potensi sumber daya alamnya secara optimal.
Melalui upaya-upaya itu, Indonesia dapat meningkatkan produksi minyak mentahnya, mengurangi ketergantungan impor, dan memperkuat ketahanan energi nasional. Harapannya, ke depan, Indonesia kembali menjadi negara pengekspor energi yang kuat di kancah global, sehingga manfaat dari kekayaan sumber daya alam bisa dirasakan sepenuhnya oleh segenap rakyat Indonesia.
Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Kenaikan Harga Gas Bumi: Industri Tetap Optimis Meski Menghadapi Tantangan
- Jumat, 31 Januari 2025
Arab Saudi Buka Pintu Bagi Investor Asing Masuk ke Sektor Properti di Makkah dan Madinah
- Jumat, 31 Januari 2025