Energi Baru Membara: PLTU Batu Bara Masih Dominan, RUPTL 2025 Sampai 2034 Tak Sertakan Pensiun Dini

Energi Baru Membara: PLTU Batu Bara Masih Dominan, RUPTL 2025 Sampai 2034 Tak Sertakan Pensiun Dini
Energi Baru Membara: PLTU Batu Bara Masih Dominan, RUPTL 2025 Sampai 2034 Tak Sertakan Pensiun Dini

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengumumkan bahwa rencana untuk mempensiunkan secara dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara tidak akan dimasukkan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2025-2034. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, dalam sebuah pernyataan resmi di Jakarta pada Kamis, 30 Januari 2025.

“Belum, belum masuk (rencana pensiun dini PLTU),” kata Eniya Listiani Dewi, merujuk pada keputusan untuk tetap mempertahankan penggunaan PLTU batu bara dalam jangka waktu mendatang.

Keputusan ini mendapat perhatian khusus karena bauran energi untuk penyediaan listrik dalam satu dekade ke depan masih memberikan peran signifikan bagi batu bara sebagai sumber energi. Eniya mengungkapkan bahwa meskipun ada peningkatan dalam penggunaan energi baru terbarukan (EBT), penggunaan energi fosil seperti batu bara tetap diakui dalam peta jalan energi Indonesia.

Progres menuju Energi Baru Terbarukan

Dalam RUPTL periode sebelumnya, yaitu 2021-2030, porsi pengembangan pembangkit EBT mencapai 51,6%. Sedangkan untuk RUPTL 2025-2034, Eniya optimis bahwa bauran EBT akan meningkat menjadi sekitar 60%. "Di RUPTL lama itu kan memang masih pakai batu bara juga. Nah, besok ditambah lagi, jadi bauran (EBT) di dalam situ hampir 60%-an ya, ada modifikasi sedikit lah," tambah Eniya.

Peningkatan porsi EBT dalam RUPTL kali ini menunjukkan tekad pemerintah untuk mendukung pengembangan energi bersih dan berkontribusi dalam pengurangan emisi global. Namun, transisi ini tidak serta merta menghilangkan peran energi fosil yang selama ini menjadi tulang punggung pasokan listrik nasional.

Pandangan Global tentang Bauran Energi

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, turut menambahkan bahwa keputusan untuk tetap menggunakan energi fosil dalam RUPTL 2025-2034 sejalan dengan langkah-langkah yang diambil oleh beberapa negara besar lainnya. "Kemarin di India, saya diskusi dengan beberapa menteri. Ya, mereka mendukung green energy, tapi tidak serta-merta semuanya (dana) dipakai untuk itu," ujar Bahlil Lahadalia, menyoroti pendekatan realistis dalam transisi energi.

Bahlil juga menjelaskan bahwa skema pencampuran atau blending antara energi fosil dan EBT yang diadopsi oleh negara-negara seperti India dan China dapat menjadi model yang relevan bagi Indonesia. "Jadi mereka blending antara (energi) batu bara, matahari, dan angin, China pun melakukan hal yang sama. Jadi, menurut saya ini adalah cara kita harus memperkuat keunggulan kompetitif dengan tetap memperhatikan konsensus dari Paris Agreement (perjanjian iklim Paris)," jelasnya.

Rencana Investasi Besar-besaran

RUPTL 2025-2034 direncanakan untuk dirilis pada akhir Januari 2025, seperti yang telah dijanjikan oleh Bahlil. Rencana ini diharapkan dapat menyelaraskan langkah menuju pemenuhan kebutuhan energi nasional dengan target pengurangan emisi.

Namun, untuk mewujudkan target-target ambisius yang ada, Bahlil mengungkapkan bahwa investasi yang dibutuhkan diperkirakan akan melebihi Rp 1.100 triliun. Dari total anggaran tersebut, sekitar Rp 400 triliun dialokasikan untuk pengembangan jaringan transmisi dan Rp 600-700 triliun untuk pembangunan pembangkit listrik yang lebih hijau dan efisien.

Menakar Masa Depan Energi Indonesia

Keputusan strategis ini menandakan pijakan penting dalam kebijakan energi Indonesia, di mana keseimbangan antara keberlanjutan lingkungan dan kebutuhan energi nasional harus diperhatikan. Meski agenda pengembangan energi baru terbarukan terus didorong, batu bara tetap memiliki tempat dalam bauran energi, setidaknya hingga transisi energi dapat dilakukan dengan lebih matang.

Sebagai salah satu produsen dan konsumen batu bara terbesar, Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk menyesuaikan diri dengan standar dan kesepakatan internasional terkait pengurangan emisi karbon. Dengan melanjutkan skema blending dan meningkatkan proporsi energi baru terbarukan, pemerintah berharap dapat menjembatani kebutuhan tenaga listrik nasional dan tanggung jawab lingkungan yang lebih luas.

Pemanfaatan teknologi innovatif seperti Carbon Capture and Storage (CCS) diharapkan dapat menjadi bagian dari solusi jangka panjang dalam menurunkan emisi karbon dari PLTU, sekaligus memastikan bahwa peralihan menuju energi bersih yang lebih signifikan dapat berjalan tanpa mengorbankan kestabilan ekonomi dan industri energi domestik.

Seiring dengan tantangan dan harapan ini, para ahli dan pemangku kepentingan terus mendorong dialog dan kolaborasi untuk menghasilkan strategi yang lebih inklusif dalam pengembangan dan pemanfaatan energi bersih di masa mendatang.

Mazroh Atul Jannah

Mazroh Atul Jannah

Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Kementerian ESDM Siapkan Tim Pengawas untuk Implementasi B40 di Indonesia

Kementerian ESDM Siapkan Tim Pengawas untuk Implementasi B40 di Indonesia

Optimalisasi Fasilitas Dinas ESDM: Langkah Strategis Pj Gubernur Tingkatkan Pendapatan Asli Daerah

Optimalisasi Fasilitas Dinas ESDM: Langkah Strategis Pj Gubernur Tingkatkan Pendapatan Asli Daerah

Menteri ESDM Tegaskan Pentingnya Produksi di Blok Masela, Indonesia Hadapi Tantangan Energi

Menteri ESDM Tegaskan Pentingnya Produksi di Blok Masela, Indonesia Hadapi Tantangan Energi

Investasi di Sektor Hilirisasi Indonesia Tembus Rp407 Triliun, Didominasi Nikel

Investasi di Sektor Hilirisasi Indonesia Tembus Rp407 Triliun, Didominasi Nikel

Komisi II DPRK Aceh Barat Daya Gelar Inspeksi ke Tiga Perusahaan Tambang di Babahrot

Komisi II DPRK Aceh Barat Daya Gelar Inspeksi ke Tiga Perusahaan Tambang di Babahrot