Wamenkes Ingatkan Penanganan Pasien Darurat Harus Langsung Tanpa Rujukan

Rabu, 26 November 2025 | 09:09:48 WIB
Wamenkes Ingatkan Penanganan Pasien Darurat Harus Langsung Tanpa Rujukan

JAKARTA - Dalam diskusi mengenai pelayanan kesehatan nasional, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Benjamin Paulus Octavianus kembali menegaskan pentingnya penanganan cepat bagi pasien yang berada dalam kondisi gawat darurat.

Ia menyoroti bahwa peserta BPJS Kesehatan yang mengalami situasi darurat tidak perlu melewati prosedur rujukan berjenjang dan harus segera mendapatkan pertolongan di unit gawat darurat (UGD) rumah sakit manapun. Penjelasan tersebut ia sampaikan ketika menjawab pertanyaan wartawan usai Forum Nasional Pertama Konsil Kesehatan Indonesia di Jakarta pada Selasa, sekaligus mengingatkan kembali bahwa sistem jaminan kesehatan wajib mengutamakan keselamatan pasien.

Dalam kesempatan itu, Wamenkes Benjamin menekankan bahwa situasi darurat merupakan kondisi yang tidak bisa menunggu alur administrasi. Karena itu, rumah sakit wajib memberikan layanan segera bagi peserta BPJS Kesehatan yang membutuhkan penanganan mendesak. 

“Urgensi tidak perlu rujukan, kalau kita sakit ke UGD tidak perlu rujukan. Kemanapun anda anggota BPJS di Jakarta, lagi kena diare di Pemalang atau di Cirebon, ke UGD manapun dilayani,” ujarnya. Pernyataan ini sekaligus mempertegas bahwa kepesertaan BPJS Kesehatan bersifat nasional, sehingga pasien dapat memperoleh layanan darurat tanpa harus terikat wilayah atau fasilitas kesehatan tertentu.

Kebijakan Tanpa Rujukan Tetap Terbatas untuk Kondisi Gawat Darurat

Meskipun demikian, Benjamin kembali menggarisbawahi bahwa kebijakan tanpa rujukan hanya berlaku untuk kondisi darurat yang membutuhkan penanganan cepat. Untuk kasus-kasus yang tidak tergolong emergency, tetap ada prosedur yang perlu diikuti sesuai ketentuan yang sudah diberlakukan selama ini. 

“Kalau tidak ada emergency bisa ada prosesnya. Kalau emergency itu ditangani saat itu juga,” tambahnya. Penjelasan ini menjadi penting untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa kemudahan tanpa rujukan bukan berarti seluruh pelayanan bisa diakses bebas tanpa mekanisme yang berlaku.

Dalam konteks sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), aturan mengenai rujukan memang sering menjadi topik pembahasan. Selama ini rujukan berjenjang mengharuskan peserta untuk terlebih dahulu mendapatkan pemeriksaan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama sebelum ke rumah sakit rujukan. 

Prosedur tersebut dibuat agar alur pelayanan kesehatan berjalan terstruktur. Namun dalam praktiknya, sistem tersebut dinilai masih memiliki banyak tantangan, terutama keterlambatan penanganan bagi pasien yang membutuhkan pelayanan spesifik atau lanjutan.

Rencana Reformasi Sistem Rujukan oleh Kementerian Kesehatan

Pada kesempatan berbeda, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin telah mengungkapkan rencana perubahan sistem rujukan tersebut. Ia menjelaskan bahwa pemerintah berencana mengubah alur rujukan berjenjang menjadi rujukan berbasis kompetensi mulai 2025. Rencana ini diambil setelah melihat bahwa mekanisme rujukan berjenjang kerap menyebabkan pemborosan biaya dan memperlambat penanganan kasus tertentu yang sebenarnya membutuhkan layanan lanjutan secara cepat.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI pada Kamis, 13 November, Menkes menyampaikan bahwa perubahan menuju sistem berbasis kompetensi dapat membantu mengoptimalkan penggunaan anggaran BPJS Kesehatan. Dengan model baru tersebut, pasien akan langsung diarahkan ke rumah sakit yang memiliki kemampuan, tenaga ahli, dan peralatan sesuai kebutuhan hasil pemeriksaan awal. Dengan demikian, alur penanganan diharapkan lebih efisien dan tepat sasaran.

Efisiensi Pelayanan Melalui Sistem Berbasis Kompetensi

Menkes menambahkan bahwa sistem rujukan yang bekerja berdasarkan kompetensi rumah sakit dapat meminimalkan risiko pasien berpindah-pindah fasilitas kesehatan hanya untuk mendapatkan layanan spesialis tertentu. Ketika sistem rujukan berjenjang masih diterapkan dalam bentuk sekarang, pasien yang memerlukan penanganan lanjutan sering kali harus melewati beberapa fasilitas sebelum akhirnya mendapat penanganan dari rumah sakit yang tepat. Situasi tersebut tidak hanya membuang waktu, tetapi juga meningkatkan beban biaya perawatan yang harus ditanggung BPJS Kesehatan.

Rencana tersebut sejalan dengan tujuan pemerintah untuk memastikan pelayanan kesehatan yang lebih efisien, responsif, dan berfokus pada kebutuhan medis pasien. Penanganan darurat yang langsung di UGD tanpa rujukan merupakan salah satu contoh penerapan prinsip bahwa keselamatan pasien harus menjadi prioritas utama.

Kebijakan ini juga memperlihatkan bahwa pemerintah berupaya menyeimbangkan kebutuhan administrasi dengan urgensi medis agar layanan kesehatan tidak terhambat oleh prosedur yang tidak diperlukan dalam situasi genting.

Pentingnya Edukasi Masyarakat Mengenai Kondisi Gawat Darurat

Pernyataan Wamenkes Benjamin sekaligus menjadi bentuk sosialisasi bahwa masyarakat harus memahami perbedaan antara kondisi gawat darurat dan non-darurat. Dengan memahami perbedaan tersebut, peserta BPJS Kesehatan dapat menggunakan hak pelayanan secara tepat tanpa menimbulkan kebingungan atau hambatan di lapangan.

 Pada saat yang sama, tenaga kesehatan dan rumah sakit juga perlu memastikan bahwa standar pelayanan gawat darurat selalu ditegakkan, sesuai mandat yang telah diberikan oleh pemerintah.

Dengan adanya rencana reformasi rujukan oleh Kementerian Kesehatan dan penegasan terkait penanganan darurat tanpa rujukan, pemerintah berharap sistem layanan kesehatan nasional dapat lebih responsif dan mampu memberikan perlindungan yang lebih maksimal bagi masyarakat. Upaya ini juga merupakan bagian penting dari peningkatan kualitas layanan kesehatan Indonesia secara menyeluruh.

Terkini