Koalisi Mendesak DPD Kawal Proyek 20 Juta Hektar Hutan untuk Pangan dan Energi: Ancaman terhadap Keberlanjutan Lingkungan dan Hak Masyarakat Adat

Rabu, 05 Februari 2025 | 08:26:18 WIB
Koalisi Mendesak DPD Kawal Proyek 20 Juta Hektar Hutan untuk Pangan dan Energi: Ancaman terhadap Keberlanjutan Lingkungan dan Hak Masyarakat Adat

JAKARTA - Rencana pemerintah Indonesia yang menggagas pembukaan 20 juta hektar hutan sebagai cadangan untuk pangan, energi, dan air telah mendapatkan reaksi keras dari berbagai organisasi masyarakat sipil. Kekhawatiran mereka memuncak, memicu permintaan untuk audiensi dengan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) guna meminta agar lembaga tersebut menjalankan perannya dalam mengawasi dan memastikan keberlanjutan lingkungan hidup.

Krisis Kehutanan yang Mendesak

Data dari Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat bahwa pada tahun 2021-2023, Indonesia telah kehilangan 1,9 juta hektar kawasan hutan, termasuk di dalamnya hutan lindung dan kawasan konservasi. Anggi Putra Prayoga, selaku Manager Komunikasi, Kerjasama, dan Kebijakan FWI, menegaskan perlunya DPD untuk lebih aktif dalam mengawasi kebijakan serta memperhatikan aspirasi masyarakat, terutama dalam proyek yang berisiko besar ini. “DPD harus memastikan rencana pemerintah tidak sebabkan kerusakan hutan secara besar-besaran. Tidak merampas ruang hidup masyarakat adat dan komunitas lokal. Mereka bisa lakukan pendekatan ke masyarakat, karena info dari tingkat tapak itu penting,” tegas Anggi dalam pernyataannya.

Transparansi dan Pelibatan Masyarakat Lokal

Isu transparansi menjadi fokus lain dalam diskusi ini. Juru Kampanye Kaoem Telapak, Abil Achmad Akbar, menuntut adanya keterbukaan terkait lokasi proyek dan analisis dampak lingkungan yang jelas. Menurutnya, pelibatan aktif masyarakat adat dan komunitas lokal dalam proses perencanaan kebijakan harus menjadi landasan utama. “Koalisi ini ingin rencana terkait 20 juta hektar dibatalkan, karena mengancam hutan itu sendiri. Kami khawatir ini jadi deforestasi baru dan membuka lahan-lahan baru yang masih ada tutupan kawasan hutannya,” ungkapnya dengan tegas.

Meminta Bukti Ilmiah dan Kepastian Regulasi

Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), dalam audiensi tersebut, menyoroti pentingnya dasar ilmiah serta jaminan kepastian hukum dalam proyek tersebut. Difa Shafira, Kepala Divisi Kehutanan dan Lahan ICEL, meminta agar DPD memastikan seluruh kebijakan pemerintah didasarkan pada studi ilmiah yang mendalam dan sesuai dengan komitmen iklim Indonesia. “Hal terpenting yang diperlukan, pemerintah harus transparan terkait bagaimana kebijakan ini akan dijalankan, termasuk mekanisme yang digunakan,” jelas Difa.

Tantangan dalam Implementasi dan Kekhawatiran Deforestasi

Sementara itu, Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, menekankan perlunya evaluasi mendalam terhadap model pengelolaan kawasan tersebut. Ia mempersoalkan, apakah kawasan hutan ini akan dikelola melalui pelepasan kawasan, mekanisme pencadangan, atau multiusaha izin kehutanan. Uli menambahkan, "Apakah akan dilakukan melalui pelepasan kawasan hutan, mekanisme pencadangan, atau dengan multiusaha izin kehutanan yang mencampur berbagai model pengelolaan? Semua ini harus jelas."

Peran DPD dan Pandangan Ketua DPD

Sultan Bachtiar Najamudin, Ketua DPD, dalam wawancara tertulis mengungkapkan bahwa proyek pangan dan energi harus berorientasi pada intensifikasi dan teknologi inovatif, serta tidak boleh mengorbankan area konservasi seperti hutan lindung. DPD juga tengah menyusun rancangan undang-undang (RUU) terkait Perubahan Iklim serta Masyarakat Adat yang dianggap penting untuk ketahanan menghadapi perubahan iklim. “Indonesia harus menjadi contoh negara berkembang dalam memulai misi pembiayaan aksi iklim secara mandiri,” katanya menegaskan.

Membutuhkan Kejelasan dari Pemerintah

Dalam konteks yang lebih luas, meskipun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membantah rencana pembukaan 20 juta hektar hutan ini, banyak pihak mendesak adanya penjelasan yang lebih rinci. Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menegaskan bahwa proyek ini tidak akan menyebabkan deforestasi, namun memanfaatkan area hutan produksi dan lindung yang sudah terbuka. “Justru menyempurnakan pola food estate yang sedang digulirkan pemerintah,” ujarnya.

Keterlibatan Masyarakat Adat

Akhirnya, pelibatan masyarakat dalam menjaga kawasan hutan serta memastikan keberadaan wilayah kelola adat tetap menjadi aspek penting dalam diskusi ini. Masyarakat adat disebut-sebut memiliki peran penting dalam menjaga hutan, karenanya, pemerintah dihimbau untuk melibatkan mereka dalam setiap keputusan terkait pangan dan energi. Hal ini ditegaskan oleh berbagai tokoh sebagai langkah yang diperlukan demi keberlanjutan lingkungan dan pengakuan hak-hak komunitas lokal.

Sebagai catatan terakhir, masalah ini bukan hanya tentang mencari solusi yang memadai dalam memenuhi kebutuhan pangan dan energi, tetapi lebih kepada menyeimbangkan kebutuhan tersebut dengan upaya pelestarian lingkungan, hak-hak masyarakat adat, dan pengurangan laju deforestasi di Indonesia. Dengan mendengarkan suara-suara tersebut dan mengintegrasikannya ke dalam rencana, pemerintah diharapkan dapat bergerak maju dengan strategi yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

Terkini

Kenapa Aplikasi Brimo Tidak Bisa Dibuka? Ini Solusinya!

Senin, 15 September 2025 | 16:59:56 WIB

SPinjam Shopee Adalah: Cara Kerja, Bunga, dan Biayanya

Senin, 15 September 2025 | 16:59:55 WIB

Asuransi Motor Yamaha: Jenis, Produk, dan Cara Klaimnya

Senin, 15 September 2025 | 16:59:53 WIB

10 Resep Makanan Sehat yang Bikin Tubuh Bugar

Senin, 15 September 2025 | 16:59:53 WIB