JAKARTA - Bank Indonesia (BI) tidak hanya menjalankan fungsi stabilisasi moneter, tetapi juga berperan signifikan sebagai kontributor pajak terbesar di Indonesia.
Surplus tahunan yang terus meningkat menjadikan bank sentral sebagai salah satu institusi yang menyokong penerimaan negara secara substansial.
Surplus Tahunan BI Jadi Kontributor Pajak Signifikan
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa hingga September 2025, surplus anggaran tahunan bank sentral telah mencapai Rp77,9 triliun. Total penerimaan BI diperkirakan mencapai Rp234,38 triliun, sementara total pengeluaran sebesar Rp165,7 triliun. Dengan angka ini, BI menegaskan posisinya sebagai salah satu pembayar pajak terbesar di Indonesia.
“Sehingga dengan surplus yang besar ini, Bank Indonesia menjadi salah satu pembayar pajak terbesar,” ujar Perry.
Rincian Surplus Anggaran Operasional dan Kebijakan BI
Secara rinci, anggaran kebijakan BI diproyeksikan membukukan penerimaan Rp176,2 triliun dan pengeluaran Rp140,9 triliun, menghasilkan surplus Rp35,2 triliun. Sementara anggaran operasional mencatat penerimaan Rp58,1 triliun dengan pengeluaran Rp24,7 triliun, sehingga surplus mencapai Rp33,3 triliun.
Perry menambahkan bahwa dengan kinerja positif ini, rasio modal BI diperkirakan berada di atas 10% pada akhir tahun. Keberhasilan ini juga menjadi indikator manajemen keuangan yang prudent sekaligus mencerminkan kontribusi bank sentral terhadap stabilitas ekonomi dan fiskal nasional.
Peran BI dalam Penerimaan Pajak Nasional
Kinerja positif BI memperkuat posisi bank sentral dalam sistem perpajakan nasional. Surplus besar ini menjadi salah satu penopang utama penerimaan negara, yang sangat penting untuk mendukung berbagai program pembangunan.
Menurut data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) 2024, terdapat daftar 20 grup perusahaan dan BUMN yang menjadi pembayar pajak terbesar di Indonesia. Keberadaan BI di daftar ini menegaskan peran institusi publik sebagai kontributor pajak yang signifikan, sejajar dengan korporasi swasta dan BUMN besar.
Daftar Pembayar Pajak Terbesar di Indonesia
Berikut daftar 20 pembayar pajak terbesar berdasarkan data DJP:
Grup Djarum - Robert Budi Hartono
Grup Adaro - Garibaldi Thohir
Grup Bayan Resource - Low Tuck Kwong
Grup Indofood - Anthoni Salim
Grup Sinarmas - Indra Widjaja
Grup Gudang Garam - Susilo Wonowidjojo
Grup Indika Energy - Hapsoro
Grup MedcoEnergi - Ir. Arifin Panigoro
Grup Musim Mas - Bachtiar Karim
Grup Wings - Ir. Eddy William Katuari
Grup Trakindo - Rachmat Mulyana Hamami
Grup Agung Sedayu - Susanto Kusumo
Grup CT Corp - Chairul Tanjung
Grup Harum Energy - Lawrence Barki
Grup Triputra - Ny. T.P. Racmat L. R. Imanto
PT Pertamina (Persero)
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
PT Pupuk Indonesia (Persero)
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
BI Sebagai Pilar Stabilitas dan Kontributor Fiskal
Keberhasilan BI membukukan surplus besar tidak hanya menegaskan perannya sebagai bank sentral, tetapi juga sebagai kontributor penting dalam pendanaan negara melalui pajak. Hal ini menunjukkan bahwa institusi publik dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan fiskal sekaligus memberikan contoh tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel.
Dengan performa ini, BI diharapkan dapat terus mendukung stabilitas ekonomi nasional sekaligus memberikan kontribusi signifikan terhadap pembangunan melalui pajak, menjadikannya bukan hanya penjaga moneter tetapi juga pendorong fiskal yang strategis.