Harga bahan bakar minyak (BBM) di SPBU seluruh Indonesia mengalami penyesuaian baru sejak awal Februari 2025. Pada 3 Februari, sejumlah perusahaan besar seperti Pertamina, Shell, Vivo, dan BP AKR mengumumkan kenaikan harga, terutama untuk jenis BBM non-subsidi. Penyesuaian ini mempengaruhi konsumen di berbagai wilayah di Tanah Air, menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat dan pakar ekonomi.
Kenaikan Harga Pertamina
Di bawah bendera PT Pertamina Patra Niaga, SPBU Pertamina telah menerapkan penyesuaian harga baru untuk berbagai jenis BBM. Di Jakarta, harga Pertamax (RON 92) meningkat dari Rp 12.500 menjadi Rp 12.900 per liter. Pertamax Green 95 juga mengalami kenaikan sebesar Rp 300, dari Rp 13.400 menjadi Rp 13.700 per liter. Selain itu, Pertamax Turbo (RON 98) kini dijual dengan harga Rp 14.000 per liter dari sebelumnya Rp 13.700.
Tidak hanya itu, Dexlite dan Pertamina Dex juga mengalami kenaikan signifikan. Dexlite kini dihargai Rp 14.600 per liter, sementara Pertamina Dex naik menjadi Rp 14.800 per liter. Meskipun demikian, harga BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Biosolar tetap tidak berubah. Pertalite dijual dengan harga Rp 10.000 per liter, dan Biosolar Rp 6.800 per liter.
Penyesuaian Harga di SPBU Shell
SPBU Shell juga mengumumkan penyesuaian harga per 1 Februari 2025. Harga Shell Super kini Rp 13.350 per liter, naik dari Rp 12.930. Shell V-Power mengalami kenaikan sebesar Rp 290, menjadikannya Rp 13.940 per liter. Shell V-Power Diesel dan Shell V-Power Nitro+ turut mengalami penyesuaian, kini masing-masing dihargai Rp 15.030 dan Rp 14.110 per liter.
Perubahan Harga di SPBU Vivo
SPBU Vivo tidak ketinggalan melakukan penyesuaian harga BBM mereka. Revvo 90 kini dibanderol Rp 13.260 per liter, sementara Revvo 92 dan Revvo 95 masing-masing dijual Rp 13.350 dan Rp 13.940 per liter. Diesel Primus Plus juga mengalami kenaikan harga menjadi Rp 15.030 per liter.
Kenaikan Harga di SPBU BP AKR
BP AKR, dengan jaringan SPBU di Jabodetabek dan Jawa Timur, juga telah menyesuaikan harga BBM. Produk BP 92 dihargai Rp 13.350 per liter, sedangkan BP Ultimate dan BP Ultimate Diesel masing-masing mencapai Rp 13.940 dan Rp 15.030 per liter di Jabodetabek. Sementara itu, BP Diesel di Jawa Timur dijual dengan harga Rp 14.680 per liter.
Reaksi Masyarakat dan Analis Ekonomi
Kenaikan harga ini tentunya mendapat respons dari masyarakat dan analis ekonomi. Banyak pengguna kendaraan mengeluh, terutama yang biasa menggunakan BBM non-subsidi untuk kendaraan pribadi mereka. "Kenaikan ini memberatkan kami. Meskipun hanya naik beberapa ratus rupiah, bila diakumulasi akan terasa sekali," ujar Budi Santoso, seorang pengemudi ojek online di Jakarta.
Di sisi lain, para analis melihat kenaikan ini sebagai langkah yang tak terhindarkan. "Penyesuaian harga BBM ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk fluktuasi harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," jelas Dr. Rina Kusnadi, seorang ekonom di Universitas Indonesia. "Pemerintah dan lembaga terkait perlu memastikan bahwa kenaikan ini tidak berdampak buruk pada inflasi dan daya beli masyarakat," tambahnya.
Kebijakan Pemerintah dan Langkah Lanjut
Seiring dengan penyesuaian harga ini, pemerintah dan perusahaan penyedia BBM didorong untuk mempertimbangkan dampaknya terhadap ekonomi nasional. Pemerintah diharapkan dapat memberikan subsidi yang tepat sasaran dan meningkatkan efisiensi dalam penggunaan energi.
Selain itu, edukasi mengenai penggunaan energi terbarukan diharapkan dapat digiatkan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Program-program konversi energi yang lebih bersih menjadi salah satu fokus yang disarankan oleh berbagai pihak. "Ini adalah momentum yang tepat bagi kita untuk beralih ke energi yang lebih ramah lingkungan," tegas Dr. Rina.
Kenaikan harga BBM di Indonesia pada Februari 2025 menjadi isu hangat yang mempengaruhi berbagai lapisan masyarakat. Pertamina, Shell, Vivo, dan BP AKR mengambil langkah kompak dalam menyesuaikan harga, yang dipicu oleh dinamika pasar global. Masyarakat diharapkan dapat menyesuaikan diri sementara pemerintah dan perusahaan terkait perlu berkolaborasi untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi dari penyesuaian harga ini.
Kedepan, perhatian terhadap penggunaan energi alternatif diharapkan menjadi lebih meningkat. Dengan strategi yang tepat, masyarakat Indonesia dapat lebih siap menghadapi tantangan energi di masa depan, sembari menjaga kestabilan ekonomi domestik.