OJK Menanggapi Putusan Mahkamah Konstitusi: Menuju Perbaikan Perjanjian Polis Asuransi yang Lebih Ketat

Senin, 03 Februari 2025 | 16:57:04 WIB
OJK Menanggapi Putusan Mahkamah Konstitusi: Menuju Perbaikan Perjanjian Polis Asuransi yang Lebih Ketat

Jakarta – Dunia asuransi Indonesia kini menghadapi era baru seiring dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) sebagai inkonstitusional bersyarat. Putusan ini memicu berbagai reaksi dari pihak terkait, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan asosiasi-asosiasi industri asuransi.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyambut baik putusan ini. Menurutnya, putusan tersebut menjadi momentum untuk melakukan perbaikan dari sisi perjanjian polis antara perusahaan asuransi dan nasabah. “Kami menyambut baik keputusan MK Pasal 251. Ada perbaikan-perbaikan dari segi perjanjiannya kedua belah pihak yang harus sepakat untuk keputusan ini,” ungkap Ogi pada acara PPDP Regulatory Dissemination Day 2025 di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Senin, 3 Februari 2025.

Ogi juga menyampaikan bahwa OJK telah mengadakan pembicaraan dengan beberapa asosiasi asuransi seperti Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), dan Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI). “Kita tidak mungkin bekerja sendiri. Kami sudah berdiskusi dengan asosiasi AAJI, AAUI, dan AASI, dan akan ada respons mengenai hal tersebut,” tambah Ogi.

Dia juga menekankan pentingnya pemahaman nasabah atas perjanjian polis agar tercipta keseimbangan antara pihak konsumen, perusahaan asuransi, dan masyarakat. “Di dalam perjanjian-perjanjian polis, konsumen harus memahami informasi yang disampaikan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya,” tegasnya.

Dampak bagi Industri Asuransi

AAUI kini tengah mengkaji dampak dari putusan MK ini terhadap aturan dan proses underwriting. Ketua AAUI, Budi Herawan, menyatakan bahwa keputusan tersebut bisa membawa dampak yang cukup signifikan. “Dampak pasti ada, apakah positif atau negatif masih perlu dikaji. Namun, saya berharap dampaknya positif sebagai proses pembelajaran dan pendewasaan industri perasuransian ke depannya,” kata Budi.

Budi juga menyebut bahwa sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan, khususnya masyarakat, terkait putusan MK ini akan memerlukan waktu. “Karena pembatalan polis tidak bisa dilakukan sepihak. Harus ada kesepakatan, kalau tidak ada kesepakatan baru ke pengadilan,” tuturnya.

Paradigma Baru dalam Penutupan Polis

Putusan MK ini berpotensi mengubah paradigma penutupan polis di industri asuransi. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama PT Asuransi Maximus Graha Persada Tbk (Maximus Insurance), Jemmy Atmadja. Dia menegaskan pentingnya mematuhi dan menghormati putusan MK Nomor 83/PUU-XXII/2024, yang melarang pembatalan klaim asuransi secara sepihak.

“Apapun yang terjadi, kita harus hormati keputusan MK. Walaupun itu membawa banyak potensi dampak bagi perusahaan asuransi umum,” ujar Jemmy. Ia melihat putusan ini sebagai pembelajaran bagi industri jasa asuransi, mengingat pentingnya proses underwriting dalam mitigasi risiko.

“Underwriting penting untuk menilai risiko yang dapat diterima perusahaan asuransi, dan menentukan premi yang sesuai dengan risiko tersebut,” jelasnya. Jemmy juga menyebutkan bahwa kini saatnya perusahaan asuransi menerapkan prosedur Know Your Customer (KYC) dan survei risiko yang lebih proper untuk semua penutupan polis baru.

Dengan putusan MK ini, diharapkan tercipta industri perasuransian yang lebih transparan dan berimbang, memberikan kenyamanan bagi konsumen sekaligus memastikan keberlangsungan usaha bagi perusahaan asuransi. Tantangan ke depan adalah bagaimana pihak terkait dapat beradaptasi dan menyelaraskan kebijakan untuk kepentingan semua pihak.

Terkini