Kesehatan DJS Terancam, Rasio Klaim Tembus 107%, Pemerintah Tahan Kenaikan Iuran JKN

Jumat, 27 September 2024 | 15:40:14 WIB

JAKARTA — Kondisi Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan memasuki fase kritis seiring dengan penurunan aset yang signifikan dan rasio klaim yang terus meningkat. Data terbaru menunjukkan bahwa aset BPJS Kesehatan hingga Juni 2024 turun 7,26% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, aset DJS Kesehatan mengalami penurunan lebih besar, mencapai 16,65%. Penurunan ini terjadi karena pencairan instrumen investasi setara kas yang digunakan untuk menutupi pembayaran klaim layanan kesehatan.

Tak hanya itu, rasio klaim DJS pada tahun 2023 mencapai 104,7%, dan hingga Juni 2024 telah melonjak ke angka 107,9%. Rasio klaim di atas 100% menunjukkan bahwa jumlah klaim yang harus dibayar lebih tinggi dibandingkan dengan iuran atau premi yang diterima. Kondisi ini jelas mengindikasikan bahwa pengelolaan DJS Kesehatan berada dalam situasi tidak sehat dan membutuhkan langkah-langkah strategis untuk mencegah defisit lebih lanjut.

Pemerintah menyadari situasi ini, namun memilih untuk tidak menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan hingga akhir tahun 2024. Keputusan ini diambil meski ada tanda-tanda finansial yang memburuk. Tim gabungan yang terdiri dari BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) terus melakukan pembahasan intensif untuk mencari solusi yang tepat.

KRIS dan Penyesuaian Iuran di 2025

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengatakan bahwa tim gabungan telah hampir menyelesaikan pengkajian terkait penyesuaian iuran dan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang dijadwalkan berlaku tahun depan. KRIS diharapkan dapat menyederhanakan layanan kesehatan dengan menghapus sistem kelas 1, 2, dan 3, sehingga semua peserta BPJS mendapatkan perawatan yang lebih merata dan adil.

“Penyesuaian iuran akan dilakukan secara hati-hati, dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat, terutama kelompok yang rentan secara ekonomi. Kami memastikan bahwa iuran tetap terjangkau, meski ada kebutuhan untuk memperbaiki keuangan BPJS Kesehatan,” ujar Muhadjir, Senin (23/9).

Saat ini, besaran iuran BPJS Kesehatan bagi peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri belum berubah sejak 1 Juli 2020, yakni Rp150.000 untuk kelas 1, Rp100.000 untuk kelas 2, dan Rp42.000 untuk kelas 3. Kenaikan iuran ini, meski sudah memungkinkan dilakukan setiap dua tahun, masih tertahan selama empat tahun terakhir.

Tekanan Finansial Akibat Inflasi Medis dan Tunggakan Iuran

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengakui bahwa tekanan finansial BPJS semakin terasa akibat inflasi medis yang diperkirakan mencapai 13% pada 2024, menurut proyeksi Mercer Marsh Benefits (MMB) Health Trends. Meski inflasi medis terus meningkat, BPJS Kesehatan belum menyesuaikan iuran. Kondisi ini membuat BPJS harus mencari strategi lain untuk menjaga keberlanjutan finansial, termasuk melalui pengendalian fraud dan peningkatan collection rate iuran dengan memperluas saluran pembayaran.

Namun, Ketua BPJS Watch, Timboel Siregar, memperingatkan bahwa defisit pembiayaan DJS bisa terjadi pada 2025 atau 2026 jika tidak ada peningkatan signifikan dalam pendapatan iuran. "Bahkan dengan pendapatan dari investasi, denda, dan pajak rokok, pendapatan tersebut tidak cukup untuk menutupi pembiayaan selama satu tahun penuh," jelas Timboel.

Per Juli 2024, tunggakan iuran JKN di segmen peserta mandiri atau PBPU mencapai 17,55 juta peserta dengan total nilai tunggakan sebesar Rp14,12 triliun. Untuk mengatasi tunggakan ini, Timboel menyarankan pemerintah memberikan diskon atau keringanan bagi peserta yang menunggak agar lebih mudah melunasi kewajiban mereka.

“Dengan memberikan diskon, kita berharap peserta yang menunggak bisa melunasi iuran mereka. Ini bisa membantu BPJS Kesehatan merealisasikan sebagian besar piutang yang selama ini tidak tertagih menjadi pendapatan,” ujarnya.

Prediksi Defisit 2025-2026

Timboel juga memprediksi bahwa jika tidak ada langkah konkret untuk meningkatkan pendapatan, DJS Kesehatan akan kembali mengalami defisit seperti yang terjadi pada 2014—2020. Meskipun saat ini BPJS masih memiliki aset bersih dari hasil investasi, jumlah tersebut tidak akan mampu menutupi defisit yang terus berlanjut.

Pemerintah memiliki tiga opsi kebijakan yang sedang dipertimbangkan dalam regulasi baru, yakni penyesuaian iuran, penyesuaian manfaat, atau bantuan pemerintah. Semua opsi ini harus diambil dengan hati-hati untuk menjaga keseimbangan antara keberlanjutan finansial BPJS dan kemampuan masyarakat membayar iuran.

Dengan beban klaim yang semakin meningkat, serta aset yang terus menurun, tantangan finansial bagi DJS Kesehatan semakin nyata. Langkah-langkah mitigasi seperti pengendalian biaya dan peningkatan pendapatan harus segera diambil untuk mencegah kondisi yang lebih buruk di masa depan.

Terkini