Transparansi Informasi Jadi Kunci Perbaikan Tata Kelola Hutan Sumatera
- Selasa, 02 Desember 2025
JAKARTA - Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) menegaskan bahwa komitmen Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni untuk mengevaluasi tata kelola hutan pasca-bencana di Sumatera harus diiringi dengan keterbukaan informasi publik.
Wakil Ketua KI Pusat Arya Sandhiyudha menilai hal ini penting agar masyarakat bisa berperan aktif dalam pengawasan kebijakan dan tata kelola lingkungan.
"Jika Menteri Kehutanan menyatakan siap dievaluasi, maka ini sinyal positif juga bagi mekanisme akses informasi publik yang jelas dan terbuka sesuai UU 14/2008," kata Arya dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Baca JugaCek Daftar Bansos Desember 2025 Cair, BLT Rp900.000 hingga Sembako-Minyak
Menurut Arya, masyarakat memiliki hak konstitusional untuk meminta informasi terkait pengelolaan hutan dan lingkungan kepada Kementerian Kehutanan maupun lembaga terkait lainnya. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menegaskan hak publik tersebut, sehingga pemerintah berkewajiban menyediakan data yang dibutuhkan masyarakat.
Hak Publik dalam Meminta Informasi Kehutanan
Beberapa jenis informasi yang bisa diminta masyarakat antara lain kondisi tutupan hutan dan daerah penyangga, izin pemanfaatan hutan, lahan, dan konsesi, dokumen AMDAL serta kajian dampak lingkungan, informasi daerah aliran sungai (DAS) dan kawasan rawan bencana, kebijakan rehabilitasi hutan, hingga data pengawasan dan penegakan hukum kehutanan.
"Komisi Informasi Pusat mendorong masyarakat menggunakan haknya untuk meminta informasi publik kepada Kementerian Kehutanan," ujar Arya. Dorongan ini dimaksudkan agar tata kelola hutan pasca-bencana tidak hanya menjadi tanggung jawab internal kementerian, tetapi diawasi secara transparan oleh publik.
Bencana Sumatera sebagai Momentum Evaluasi
Sebelumnya, Menhut Raja Juli Antoni menyebut bahwa bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera harus menjadi titik balik perbaikan tata kelola hutan dan lingkungan hidup di Indonesia. Menurutnya, perhatian publik terhadap bencana ini menjadi momentum penting untuk introspeksi dan evaluasi mendalam.
"Kejadian ini memperlihatkan adanya kesalahan mendasar dalam pengelolaan lingkungan. Kita mendapatkan momentum yang baik justru karena semua mata melihat, semua telinga mendengar, semua kita merasakan apa yang terjadi," kata Raja Antoni.
Dengan menekankan keterbukaan informasi, Menhut berharap evaluasi ini tidak hanya menjadi program internal kementerian, tetapi juga mendapat masukan dari masyarakat. Hal ini dianggap krusial agar perbaikan tata kelola hutan dapat diterapkan secara lebih efektif dan akuntabel.
Peran Publik dalam Pengawasan Tata Kelola Hutan
Arya menekankan bahwa masyarakat memiliki peran strategis dalam pengawasan pengelolaan hutan. Dengan akses informasi yang transparan, publik bisa memantau proses rehabilitasi hutan, pemanfaatan lahan, hingga implementasi kebijakan konservasi.
“Keterbukaan informasi bukan sekadar formalitas. Ini memungkinkan warga negara turut mengawasi dan memberikan masukan agar tata kelola hutan berjalan sesuai prinsip berkelanjutan,” ujarnya.
Selain itu, keterbukaan informasi juga berfungsi sebagai mekanisme pencegahan. Dengan publik mengetahui data terkait izin pemanfaatan hutan, konsesi, dan pengawasan, potensi kesalahan atau penyalahgunaan dapat diminimalkan.
Evaluasi Tata Kelola Hutan Harus Terukur dan Transparan
Komitmen Menhut untuk mengevaluasi tata kelola hutan pasca-bencana Sumatera harus disertai langkah-langkah terukur. Ini termasuk penyediaan laporan evaluasi yang mudah diakses publik, dokumentasi kondisi hutan, serta pembaruan regulasi terkait pemanfaatan hutan dan kawasan rawan bencana.
KI Pusat menilai keterbukaan informasi adalah bagian tak terpisahkan dari akuntabilitas pemerintah. Tanpa transparansi, masyarakat sulit memastikan apakah perbaikan tata kelola hutan berjalan efektif dan berkelanjutan.
Mendorong Budaya Keterbukaan Informasi di Sektor Lingkungan
Arya menekankan bahwa keterbukaan informasi harus menjadi budaya kerja di sektor kehutanan. Semua pihak, baik kementerian, lembaga terkait, maupun masyarakat, perlu memahami hak dan kewajiban masing-masing dalam pengelolaan informasi. Dengan budaya keterbukaan yang kuat, tata kelola hutan dapat lebih akuntabel, dan masyarakat menjadi bagian dari solusi, bukan hanya pengamat pasif.
"Komitmen Menhut untuk evaluasi tata kelola hutan harus didukung dengan transparansi dan akses informasi yang mudah. Publik harus bisa menilai, mengawasi, dan ikut memberi masukan," tambah Arya.
Bencana banjir dan longsor di Sumatera menjadi pengingat bahwa tata kelola hutan harus diperbaiki dan diawasi secara terbuka. Komitmen Menhut Raja Juli Antoni untuk evaluasi tata kelola hutan merupakan langkah awal, namun keberhasilan perbaikan juga bergantung pada keterbukaan informasi kepada publik. Dengan akses informasi yang jelas, masyarakat bisa berpartisipasi aktif, memastikan akuntabilitas, serta mendorong pengelolaan hutan yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan.
Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Kemenag Pastikan Program BIB Tingkatkan Kualitas Studi Mahasiswa Luar Negeri
- Selasa, 02 Desember 2025
Koordinasi Strategis Kemenko Kumham dan Kemenkum Sulteng Persiapkan Implementasi KUHP
- Selasa, 02 Desember 2025
Berita Lainnya
Mendagri Dorong Pemda Gandeng Kadin Perkuat Ekosistem Usaha Daerah
- Selasa, 02 Desember 2025
Kemdiktisaintek Ambil Langkah Pemulihan Kampus Terdampak Banjir Sumatra
- Selasa, 02 Desember 2025
Kemenag Pastikan Program BIB Tingkatkan Kualitas Studi Mahasiswa Luar Negeri
- Selasa, 02 Desember 2025
Terpopuler
1.
Kemenpar Maksimalkan Paket Wisata dan Event Sambut Libur Nataru 2026
- 02 Desember 2025
2.
3.
Cara Login WhatsApp dengan Nomor yang Sudah Hilang Tanpa Verifikasi
- 02 Desember 2025
4.
Apa itu LinkedIn? Definisi, Fungsi dan Fitur-Fiturnya
- 02 Desember 2025
5.
Cek Shadow Ban Twitter: Ciri, Cara Cek dan Atasi dengan Mudah
- 02 Desember 2025








