Mengapa Bea Keluar Emas Ditetapkan? Ini Penjelasan Lengkap Kemenkeu

Selasa, 18 November 2025 | 08:16:46 WIB
Mengapa Bea Keluar Emas Ditetapkan? Ini Penjelasan Lengkap Kemenkeu

JAKARTA - Di tengah meningkatnya perhatian global terhadap komoditas emas, pemerintah Indonesia menilai penting untuk memastikan bahwa pengelolaan sumber daya alam strategis ini memberikan manfaat optimal bagi perekonomian nasional.

Kebijakan bea keluar (BK) yang sedang disiapkan Kementerian Keuangan bukan hanya sekadar instrumen fiskal, tetapi juga langkah strategis untuk memperkuat hilirisasi, menjaga pasokan emas dalam negeri, serta memastikan pemanfaatannya sesuai amanat konstitusi. 

Dengan cadangan emas yang besar dan tren harga global yang melonjak, Indonesia melihat momentum penting untuk memperkuat nilai tambah industri pertambangan emas.

Pertimbangan Konstitusional dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

Kementerian Keuangan mengungkapkan alasan utama di balik rencana pengenaan tarif bea keluar untuk komoditas emas yang akan mulai diterapkan pada 2026. Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Febrio Nathan Kacaribu menegaskan bahwa kebijakan ini memiliki landasan kuat sesuai amanat UUD 1945.

“Indonesia itu share dari cadangan tambang emas dunia nomor 4. Cadangan biji emas kita per 2023 itu 3.491 ton. Kita ingin sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33, kita ingin agar dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” ujarnya.

Pernyataan ini memperlihatkan bahwa pengelolaan emas tidak semata-mata berorientasi pada ekspor, melainkan diarahkan untuk memberikan dampak lebih besar bagi perekonomian nasional. Dengan cadangan yang sangat besar, pemerintah ingin memastikan komoditas strategis ini memberi nilai tambah di dalam negeri.

Penguatan Hilirisasi dan Konektivitas Industri Emas

Febrio menjelaskan bahwa Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terus memperkuat kebijakan hilirisasi komoditas, termasuk emas. Pemerintah mendorong pengembangan fasilitas pengolahan dan rantai pasok di dalam negeri agar produk tambang tidak lagi diekspor dalam bentuk mentah.

Ia mengatakan bahwa langkah ini juga berjalan paralel dengan hilirisasi komoditas lain seperti tembaga, yang turut melibatkan pembangunan smelter emas dan perak. “Ini menjadi cerita penting, bahkan termasuk dalam konteks hilirisasi dari tembaga. Ketika kita minta agar mereka [perusahaan tambang] membuat smelter, sebenarnya itu juga akan, dan sudah membangun smelter emas dan perak,” tutur dia.

Dengan demikian, kebijakan bea keluar emas bukan sekadar instrumen fiskal, tetapi bagian dari strategi besar untuk memperkuat struktur industri tambang nasional. Hilirisasi diharapkan membuka lapangan kerja, meningkatkan transfer teknologi, dan memperbesar nilai ekspor produk olahan.

Momentum Harga Emas Dunia yang Terus Meningkat

Selain soal hilirisasi, Febrio juga menyoroti kenaikan harga emas global yang kini berada pada level sangat tinggi, yakni di atas US$4.000 per troy ounces. Lonjakan harga ini memberikan peluang signifikan untuk meningkatkan penerimaan negara, terutama melalui pengenaan BK atas ekspor emas.

Pemerintah menilai bahwa kebijakan BK harus mencerminkan perkembangan harga global agar negara mendapatkan bagian yang layak dari tingginya nilai komoditas tersebut. Dalam situasi ini, bea keluar dianggap sebagai instrumen yang tepat untuk mengoptimalkan pendapatan negara tanpa mengganggu keberlanjutan industri.

Kebutuhan Menjaga Pasokan Emas dalam Negeri

Di sisi lain, Febrio menekankan pentingnya memastikan ketersediaan emas di pasar domestik. Pasokan emas yang memadai dinilai perlu untuk mendukung pengembangan ekosistem bullion bank dan transaksi emas di dalam negeri.

“Sehingga, ini mampu menjadi nilai tambah yang besar di Indonesia. Ini harus kita pastikan bahwa sebanyak-banyaknya suplai dari emas ini tersedia di dalam negeri. Kita perlu ciptakan lebih banyak likuiditas emas,” ujarnya.

Pernyataan ini menegaskan bahwa kebijakan BK dirancang agar tidak mendorong perusahaan untuk mengekspor emas berlebihan, tetapi mendorong sebagian besar produksi tetap berada di pasar dalam negeri. Dengan demikian, kebijakan ini diharapkan memperkuat pasar emas nasional dan meningkatkan stabilitas ekosistem transaksi emas.

Finalisasi Aturan dan Pembahasan Pemerintah

Febrio memastikan bahwa aturan terkait BK emas sedang dalam tahap finalisasi melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Ia menegaskan bahwa PMK tersebut akan rampung dan diundangkan pada November tahun ini, setelah melalui proses pembahasan bersama kementerian dan lembaga terkait.

Aturan ini menjadi penting karena memuat struktur tarif, mekanisme penerapan, hingga jenis komoditas emas yang terkena BK. Pemerintah ingin memastikan aturan tersebut komprehensif dan mampu menjawab kebutuhan industri sekaligus menguatkan posisi Indonesia dalam pengelolaan sumber daya alam.

Struktur Tarif yang Disepakati Bersama Kementerian dan Lembaga

Dalam paparannya, Febrio menjelaskan bahwa struktur tarif bea keluar disusun berdasarkan harga mineral acuan (HMA) emas. Berdasarkan hasil pembahasan lintas kementerian dan lembaga, emas dengan HMA di atas US$3.200 per troy ounces akan dikenakan tarif BK sebesar 15%.

Untuk emas dengan harga di bawah US$3.200 hingga US$2.800 per troy ounces, serta emas di bawah US$2.800, tarif bea keluarnya ditetapkan sebesar 12,5%. Pengenaan ini akan diberlakukan untuk komoditas dore, yakni batangan emas murni, bongkah, ingot, batang tuangan, dan bentuk lainnya.

Struktur tarif progresif ini mencerminkan prinsip bahwa semakin tinggi harga komoditas, semakin besar kontribusi yang harus diberikan kepada negara. Dengan begitu, kebijakan BK menjadi lebih adil dan proporsional.

Penguatan Nilai Tambah dan Prospek Kebijakan Berkelanjutan

Secara keseluruhan, kebijakan bea keluar emas yang disiapkan Kementerian Keuangan merupakan bagian penting dari strategi nasional dalam pengelolaan tambang. Dengan cadangan besar dan harga global yang tinggi, pemerintah ingin memastikan bahwa komoditas emas memberikan dampak maksimal bagi perekonomian melalui hilirisasi, peningkatan penerimaan negara, dan penguatan pasokan domestik.

Kebijakan ini juga menunjukkan arah baru pengelolaan sumber daya alam: dari sekadar komoditas ekspor menuju komoditas bernilai tambah tinggi. Pemerintah berharap bahwa langkah ini akan menciptakan struktur industri emas yang lebih kuat, berkelanjutan, dan berorientasi pada kemakmuran rakyat.

Terkini