JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksi bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah pada kisaran Rp16.700 hingga Rp16.740 pada perdagangan Senin, 17 November 2025.
Data Bloomberg menunjukkan rupiah menutup perdagangan akhir pekan lalu, Jumat, 14 November 2025, menguat 0,13% atau 21 poin ke level Rp16.707 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terapresiasi 0,07% ke posisi 99,22.
Pengamat ekonomi Ibrahim Assuaibi menekankan bahwa suasana pasar global saat ini relatif konstruktif setelah berakhirnya penutupan pemerintah Amerika Serikat. “Investor kini fokus pada data ekonomi AS yang akan dirilis seiring dimulainya kembali operasi federal. Hal ini diperkirakan akan memengaruhi ekspektasi penurunan suku bunga The Fed,” ujar Ibrahim.
Meski ekspektasi penurunan suku bunga The Fed membebani dolar AS, dampaknya terhadap imbal hasil Treasury tetap rendah, sehingga menahan pergerakan harga logam non-imbal hasil. Kondisi ini menjadi faktor eksternal yang turut memengaruhi fluktuasi rupiah pada awal pekan ini.
Stabilitas Makroekonomi Dalam Negeri Jadi Penopang
Dari sisi domestik, nilai tukar rupiah didukung oleh kebijakan pemerintah yang menekankan disiplin fiskal dan stabilitas makro sebagai fondasi penguatan ekonomi pada 2025. Arahan Presiden Prabowo Subianto dinilai mendorong Indonesia menjadi salah satu kekuatan baru di Asia.
“Doktrin stabilitas makroekonomi yang mengombinasikan kehati-hatian fiskal, pengendalian inflasi, dan ekspansi industri jangka panjang telah mendorong proyeksi pertumbuhan ekonomi antara 5%-5,8%,” ujar Ibrahim. Kebijakan ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi terbaik di kawasan, sekaligus menjaga kepercayaan investor terhadap pasar domestik.
Selain itu, inflasi Indonesia diperkirakan tetap terkendali, dengan inflasi inti berada di kisaran 2,5%-3,2%, mencerminkan kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang terukur serta stabilnya rantai pasok nasional.
Performa Rupiah Masih Tertinggal di Kawasan
Meskipun ada dukungan domestik, rupiah tercatat melemah 3,44% year-to-date (YtD) terhadap dolar AS hingga Minggu (16/11/2025). Dibandingkan 11 mata uang Asia lainnya yang dicatat Bloomberg, performa rupiah termasuk yang paling lemah. Secara historis, pelemahan juga tercermin dalam rentang waktu lebih pendek, yakni -0,62% sebulan terakhir, -3,54% tiga bulan terakhir, dan -0,86% enam bulan terakhir.
Buruknya performa rupiah salah satunya dipengaruhi oleh arus keluar modal asing dari pasar keuangan domestik. Bank Indonesia mencatat hingga 13 November 2025, modal asing keluar sebesar Rp184,09 triliun, terdiri dari Rp37,24 triliun dari pasar saham, Rp140,40 triliun dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan Rp6,45 triliun dari Surat Berharga Negara (SBN).
Indikator Risiko dan Imbal Hasil Stabil
Seiring pelemahan rupiah, premi credit default swap (CDS) Indonesia 5 tahun tercatat 73,51 basis poin per 13 November, sedikit menurun dibandingkan 76,05 bps pada 7 November. Sementara itu, imbal hasil SBN tenor 10 tahun stabil di 6,12% per Jumat, 14 November 2025, sejalan dengan tingkat imbal hasil US Treasury Note 10 tahun yang berada di 4,119% pada 13 November.
Stabilitas imbal hasil ini menunjukkan bahwa meski rupiah mengalami tekanan, pasar obligasi domestik relatif terkendali, memberikan ruang bagi investor untuk tetap memperhitungkan peluang dan risiko secara hati-hati.
Investor Diminta Waspada dan Memperhatikan Data Ekonomi
Ahli valuta asing menekankan bahwa pergerakan rupiah pada Senin ini masih akan dipengaruhi oleh dinamika eksternal dan domestik. Investor disarankan memantau data ekonomi AS yang baru dirilis, perkembangan kebijakan moneter The Fed, serta indikator ekonomi dalam negeri.
Secara keseluruhan, rupiah masih menghadapi tantangan dalam jangka pendek, namun dukungan kebijakan fiskal dan moneter di dalam negeri diharapkan mampu menahan tekanan eksternal serta menjaga stabilitas nilai tukar.
Dengan pergerakan yang fluktuatif, investor diminta tetap berhati-hati, memperhatikan berita global dan domestik, serta menyesuaikan strategi investasi untuk mengantisipasi volatilitas rupiah.