Dalam perkembangan terbaru seputar kasus penambangan ilegal yang melibatkan warga negara asing, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia mengumumkan langkah tegas untuk mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi Pontianak.
Kasus ini melibatkan seorang warga negara China yang sebelumnya dinyatakan bebas dari tuduhan penambangan ilegal. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa langkah kasasi ini diambil demi menjaga integritas hukum dan kedaulatan negara dalam sektor pertambangan.
Keputusan yang Tidak Bisa Ditolerir
Berbicara di Jakarta pada hari Senin, Menteri Bahlil Lahadalia mengecam putusan bebas tersebut. "Sekarang dengan keputusan dia (warga negara China) bebas, kami naik banding ke kasasi. Dan tidak apa-apa kita buka saja, mau pakai undang-undang apapun kita laporkan di aparat penegak hukum lain, silakan kami terbuka," tegas Bahlil.
Bahlil menegaskan bahwa kasus penambangan ilegal ini tidak bisa dianggap enteng. "Karena bagi saya, tidak bisa ditolerir yang begini-begini. Nyata-nyata membuat pelanggaran masa' kemudian mendapatkan hukuman yang seringan itu? Tidak fair," lanjutnya.
Kronologi Kasus Penambangan Ilegal
Kasus ini bermula ketika seorang warga negara China bernama Yu Hao, pemilik perusahaan Pu Er Rui Hao Lao Wu You Xian Gong Si, didakwa melakukan penambangan tanpa izin di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, pada bulan Februari hingga Mei 2024. Dalam proses hukum di Pengadilan Negeri Ketapang, Yu Hao dijatuhi pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan serta denda Rp30 miliar. Namun, putusan ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang mendesak hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp50 miliar.
Pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi Pontianak malah menerima permohonan banding dari Yu Hao dan membebaskannya dari segala tuduhan. Pembebasan ini membatalkan putusan Pengadilan Negeri Ketapang Nomor 332/Pid.Sus/2024/PN Ktp yang diterbitkan pada 10 Oktober 2024.
Kejutan dan Kekecewaan di Pihak Kementerian ESDM
Bahlil menyatakan rasa terkejut dan kecewa atas putusan bebas tersebut. "Menyangkut dengan vonis bebas, saya pun tidak suka dengarnya. Saya kaget juga kenapa bisa divonis bebas, karena yang menangkap waktu itu adalah Pak Inspektur Jenderal," ungkapnya. Menurut Bahlil, kasus ini sangat merugikan negara dengan kerugian diperkirakan mencapai Rp1,02 triliun dari kehilangan cadangan emas dan perak.
Tindakan Selanjutnya: Pengajuan Kasasi
Menghadapi vonis bebas yang menuai kontroversi ini, Menteri Bahlil mengkonfirmasi bahwa pihaknya akan melanjutkan kasus ini ke Mahkamah Agung dengan mengajukan kasasi. "Tapi saya sebagai Menteri kan harus bertanggungjawab. Bukan persoalan di masa kita atau bukan di masa kita. Jadi kami komit, kami sekarang naik ke kasasi," tuturnya.
Muruah Negara dan Penegakan Hukum
Komitmen Kementerian ESDM untuk mengajukan kasasi ini merujuk pada upayanya menjaga muruah negara dan supremasi hukum dalam penegakan undang-undang di sektor pertambangan. "Kami naik ke kasasi. Bukan didiamkan barang ini, saya juga kaget. Karena ini muruah negara dan kita tidak ingin seperti ini terus," tambah Bahlil.
Dampak Ekonomi dari Penambangan Ilegal
Aktivitas penambangan ilegal bukan hanya sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga membawa dampak negatif terhadap perekonomian nasional. Dalam kasus ini, aktivitas penambangan ilegal yang dilakukan Yu Hao diduga merugikan negara hingga lebih dari Rp1 triliun akibat hilangnya sumber daya tambang, termasuk emas dan perak.
Kementerian ESDM berkomitmen penuh untuk membawa kasus ini ke tingkat hukum tertinggi demi mencapai keadilan dan kepastian hukum. Pengajuan kasasi ini diharapkan dapat memberikan hukuman yang lebih adil dan setimpal terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan dan menjaga integritas hukum di sektor pertambangan Indonesia. Dengan kasasi ini, diharapkan ada efek jera tidak hanya bagi pelaku, tetapi juga bagi pihak-pihak lain yang memiliki niat serupa untuk melakukan penambangan ilegal.