Krisis kelangkaan LPG 3 kg yang terjadi minggu lalu telah menimbulkan penderitaan tersendiri bagi masyarakat, khususnya di kalangan warga berpenghasilan rendah. Mayoritas dari mereka mengandalkan gas melon ini untuk kegiatan sehari-hari, terutama memasak. Salah satu contohnya adalah Santi, warga Tangerang yang sudah sepekan ini kebingungan mencari gas elpiji 3 kg di tingkat pengecer.
"Sudah susah dari minggu lalu. Bingung saya juga, pagi harus masak, terutama bekel anak-anak sekolah. Sekarang jadi harus beli lauk di luar, yang ada pengeluaran hari-hari jadi lebih besar," keluh Santi ketika ditemui saat sedang mengantre, Senin, 3 Februari 2025.
Kelangkaan ini menjadi lebih parah setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberlakukan kebijakan baru. Mulai 1 Februari 2025, pengecer tidak lagi menerima distribusi LPG 3 kg dari Pertamina. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan distribusi yang lebih teratur dan tepat sasaran, dengan masyarakat diarahkan untuk membeli langsung di pangkalan resmi.
Keputusan ini telah mendapat dukungan penuh dari Istana. Hasan Nasbi, Kepala Komunikasi Kepresidenan, memberikan keterangan bahwa pengecer nantinya dapat mendaftar menjadi agen resmi untuk menjual gas tersebut. Menurutnya, langkah ini bertujuan untuk menata ulang pendistribusian LPG sehingga lebih teratur dan aman.
"Sehingga posisi mereka bisa diformalkan, dan pendistribusian LPG 3 kg bisa ditracking agar tepat sasaran," jelas Hasan.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga menekankan pentingnya transisi ini. Dia meminta masyarakat untuk bersabar karena ini adalah periode transisi untuk menghapus pengecer dan beralih ke pangkalan resmi. Dalam sebuah konferensi pers bertajuk “Capaian Sektor ESDM Tahun 2024 dan Rencana Kerja Tahun 2025” di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, pada hari yang sama, Bahlil berkata, “Bapak, ibu, semua saudara-saudara saya, mohon kasihkan waktu sedikit saja. Kami selesaikan ini.”
Bahlil dengan tegas menyatakan bahwa kelangkaan yang dilaporkan adalah karena masyarakat harus menempuh jarak lebih jauh untuk mendapatkan LPG 3 kg, bukan karena kekurangan pasokan.
“Biasanya (jarak beli) cuma 100 meter bisa dapat LPG pengecer itu, sekarang mungkin bukan 100 meter, tapi mungkin 500 meter atau 1 km. Kadang-kadang, tempatnya pun belum tahu,” ucapnya.
Sebagai bagian dari usaha penyesuaian ini, Bahlil juga menyatakan bahwa pengecer yang memenuhi syarat akan dinaikkan statusnya menjadi pangkalan resmi, memungkinkan kontrol yang lebih baik atas harga jual tabung LPG 3 kg di pasaran.
“Ini transisi saja sebenarnya. Saya juga tadi sudah diminta oleh Pak Wapres (Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka) untuk memperhatikan ini,” lanjut Bahlil.
Namun, di balik keputusan pemerintah yang bertujuan optimal ini, banyak kisah sedih yang dialami masyarakat. Banyak warga terpaksa harus berkeliling jauh dan mengantre selama berjam-jam hanya untuk mendapatkan tabung gas 3 kg. Beberapa ibu rumah tangga mengeluh kehabisan gas sehingga kesulitan menyiapkan bekal sekolah anak-anak, bahkan ada yang nekat memberi bekal nasi dan garam karena tiadanya gas untuk memasak.
Yang lebih tragis, seorang ibu paruh baya berusia 62 tahun dilaporkan meninggal dunia setelah terjatuh dengan membawa dua tabung gas LPG 3 kg di tangannya. Kejadian memilukan ini menambah panjang deretan derita akibat krisis gas subsidi ini.
Krisis kelangkaan LPG 3 kg mengungkap pentingnya perencanaan efektif dan dukungan penuh dari masyarakat selama masa transisi kebijakan. Dengan kemungkinan pergeseran tingkat distribusi ini, pemerintah diharapkan menyediakan panduan yang lebih jelas dan penyuluhan kepada warga tentang bagaimana mendapatkan LPG dengan jalur yang benar.
Optimisme dari pemerintah dan dukungan kebijakan dari Istana memang penting, tetapi pengorbanan waktu dan usaha masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan haruslah mendapatkan perhatian khusus. Ini adalah momen krusial di mana kebijakan dapat mengukir sejarah positif dengan memberikan solusi nyata kepada masyarakat. Agar kisah pilu yang dialami ibu-ibu seperti Santi dan lainnya bisa segera berakhir, membawa kita pada distribusi energi yang lebih baik dan berkeadilan.