Sri Mulyani Ungkap Harga Sebenarnya Elpiji 3 Kg Hanya Rp12.500, Realitanya di Pasaran Lebih Mahal

Jumat, 31 Januari 2025 | 10:56:32 WIB
Sri Mulyani Ungkap Harga Sebenarnya Elpiji 3 Kg Hanya Rp12.500, Realitanya di Pasaran Lebih Mahal

JAKARTA — Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, telah mengungkapkan bahwa harga gas elpiji subsidi 3 kilogram (Kg) seharusnya hanya Rp12.500 per tabung jika tidak ada kericuhan di pasaran. Kenyataan ini jauh berlawanan dengan yang terjadi di lapangan, di mana di sejumlah daerah harga elpiji tersebut bervariasi antara Rp18.000 hingga Rp23.000.

Menurut penjelasan Sri Mulyani, harga jual eceran dari pangkalan resmi Pertamina ke agen penyalur untuk LPG 3 kg sebenarnya ditetapkan sebesar Rp12.750 per tabung. Namun, fakta di lapangan menunjukkan harga jual kepada konsumen sering lebih tinggi karena faktor distribusi dan perbedaan daerah. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terkait rantai distribusi dan mekanisme pengawasan harga di tingkat pengecer.

“Lalu, siapa yang menanggung kelebihan Rp30.000 per tabung LPG. Pemerintah, melalui Belanja APBN dari pajak yang Anda bayar,” ujar Sri Mulyani melalui akun Instagram resminya, @smindrawati. Beliau menambahkan bahwa subsidi pemerintah sebenarnya memainkan peran besar dalam menjaga harga tetap terjangkau.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa harga asli elpiji 3 kg tanpa subsidi adalah sebesar Rp42.750 per tabung. Oleh karena itu, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp30.000 per tabung untuk meringankan beban masyarakat. Upaya ini merupakan bagian penting dari kebijakan ekonomi untuk menjaga daya beli rakyat, khususnya bagi kalangan menengah ke bawah yang sangat bergantung pada LPG 3 kg.

Situasi serupa juga terjadi pada bahan bakar minyak (BBM), terutama solar subsidi. Saat ini, solar subsidi dijual dengan harga Rp6.800 per liter, sementara harga yang seharusnya adalah Rp11.950 per liter. Ini menunjukkan bahwa subsidi pemerintah sangat penting dalam mengendalikan inflasi bahan bakar dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Subsidi ini berasal langsung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang juga didanai dari pajak masyarakat. Dalam tahun 2024, total anggaran yang dialokasikan untuk subsidi energi mencapai Rp386,9 triliun. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan Rp47,4 triliun untuk subsidi pupuk urea dan NPK sebagai bagian dari dukungan terhadap sektor pertanian.

Kritik terhadap kebijakan subsidi sering kali muncul dengan pandangan bahwa perlu ada sistem yang lebih efektif untuk memastikan subsidi tepat sasaran. Banyak pengamat dan ekonom berpendapat bahwa penyaluran subsidi sebaiknya lebih diarahkan langsung pada yang berhak agar mengurangi potensi kebocoran dan membawa dampak yang lebih mengena.

Pernyataan Sri Mulyani ini juga telah menimbulkan tanggapan dari berbagai kalangan. Prastowo Yustinus, misalnya, memperlihatkan dukungannya terhadap Sri Mulyani. "Tuduhan tanpa bukti, silakan periksa," ujar Prastowo menanggapi kritik-kritik yang sering kali diarahkan pada kebijakan keuangan negara.

Namun, meskipun ada argumen yang mendukung kebijakan ini, ada pula kritik yang menilai perlu adanya perbaikan dan transparansi lebih dalam pengelolaan APBN dan penyaluran subsidi agar lebih efisien. "Gagal di Mata Rakyat, Harusnya Prabowo Tidak Memilih Sri Mulyani Jadi Menkeu," merupakan sentimen yang diungkapkan oleh beberapa pihak yang merasa kebijakan ini belum optimal.

Di tengah perdebatan tersebut, penting bagi pemerintah untuk semakin memperketat pengawasan dan menelusuri jalur distribusi subsidi, memastikan bahwa keuntungan dari subsidi benar-benar dinikmati oleh kalangan yang membutuhkan. Dengan demikian, stabilitas ekonomi dan kesejahteraan rakyat dapat tercapai lebih efektif.

Sebagai langkah ke depan, pemerintah diharapkan dapat menerapkan kebijakan subsidi energi yang lebih berbasis data dan teknologi, seperti penggunaan identifikasi digital untuk memastikan penyaluran tepat sasaran. Transparansi dalam penyaluran subsidi ini sangat penting untuk memperoleh dukungan publik yang lebih luas serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan ekonomi pemerintah.

Dengan tantangan ekonomi global dan regional yang semakin kompleks, efektivitas subsidi menjadi salah satu faktor kunci dalam upaya pemerintah menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan dan implementasi subsidi harus terus diawasi dan dievaluasi, agar sesuai dengan perkembangan kondisi ekonomi dan kebutuhan masyarakat.

Terkini